• No results found

Analisa Beban Kerja Mental Pada Perawat Di Rumah Sakit XYZ Menggunakan Metode NASA-TLX

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Share "Analisa Beban Kerja Mental Pada Perawat Di Rumah Sakit XYZ Menggunakan Metode NASA-TLX"

Copied!
7
0
0

Loading.... (view fulltext now)

Full text

(1)

Analisa Beban Kerja Mental Pada Perawat Di Rumah Sakit XYZ Menggunakan Metode NASA-TLX

Rya Widya Citra, Tri Wahyudi, Ratih Rahmawati

Jurnal Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura, Pontianak 78124, (0721) 740186 E-mail : ryawidya1699@gmail.com

Shift kerja merupakan pembagian waktu kerja yang diterapkan oleh beberapa instansi atau perusahaan dan diberikan kepada tenaga kerja yang bekerja di perusahaan atau instansi tersebut. Rumah Sakit XYZ menerapkan tiga shift kerja pada perawat yaitu shift pagi (07:00 – 14:00), shift siang (14:00 – 21:00) dan shift malam (21:00 – 07:00). Pekerjaan yang menerapkan shift kerja juga memiliki dampak negatif yaitu dapat menimbulkan beban kerja, tingkat kelelahan dan waktu istirahat yang dimiliki tidak teratur. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai beban kerja mental dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar beban mental yang mereka alami pada pekerjaannya.

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisioner Nasa-Tlx serta melakukan wawancara langsung pada perawat Rumah Sakit XYZ. Setelah dilakukan pengumpulan data maka dilanjutkan tahap pengolahan data yaitu dengan melakukan pembobotan, pemberian rating, perhitungan nilai produk, perhitungan weighted workload (WWL), perhitungan rata-rata weighted workload (WWL) dan interpretasi skor yang diperoleh.

Hasil beban kerja mental yang dimiliki perawat Rumah Sakit XYZ di tiga shift kerja yaitu masuk dalam kategori beban kerja mental tinggi, dengan nilai rata-rata WWL yang diperoleh sebesar 70,38 pada shift pagi, 69,97 pada shift siang dan 74,02 pada shift malam. Rekomendasi penjadwalan yang diberikan yaitu dengan melakukan pembagian waktu kerja dimana semua perawat memiliki semua jadwal bekerja pada tiga shift, memiliki total hari kerja yang sama dan hari libur yang sesuai.

Kata kunci: Beban Kerja Mental, Nasa-Tlx, Shift Kerja 1. Pendahuluan

Shift kerja merupakan pembagian waktu kerja yang diterapkan oleh beberapa instansi atau perusahaan dan diberikan kepada tenaga kerja yang bekerja di perusahaan atau instansi tersebut. Pembagian waktu kerja yang diberikan ini biasanya dibagi menjadi tiga shift yaitu shift pagi, shift siang dan shift malam. Rumah Sakit XYZ menerapkan shift kerja pada tenaga kerja salah satunya pada perawat. Shift kerja ini dilakukan tiga shift yaitu shift pagi yang dimulai dari jam 07:00 – 14:00, siang dari jam 14:00 – 21:00 dan malam mulai dari jam 21:00 – 07:00. Pembagian shift kerja pada shift pagi, shift siang dan shift malam sudah ditentukan oleh setiap kepala ruangan di Rumah Sakit XYZ dengan memperhatikan jumlah jam kerja. 131 perawat yang bekerja di Rumah Sakit

XYZ tidak semuanya menjalani pekerjaan dengan tiga shift, hanya 101 perawat yang menerapkan shift kerja. Perawat yang menerapkan shift kerja ini yaitu perawat yang bertugas pada rawat inap dibagian ruang UGD, ruang ICU, ruang bedah, ruang penyakit dalam, ruang syaraf, ruang anak dan ruang fernitalogi. Beban kerja yang dialami pada tiap shift kerja ini memiliki tingkatan permasalahan yang berbeda. Berdasarkan wawancara yang dilakukan perawat di Rumah Sakit XYZ mengatakan selain dari pertukaran shift kerja yang harus disesuaikan, jumlah pasien yang dirawat dan kondisi penyakit yang diderita pasien juga mempengaruhi beban kerja yang dialami perawat di Rumah sakit XYZ. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode NASA-TLX, dimana terdapat enam indikator yang

(2)

mempengaruhi pengukurannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh beban kerja mental yang dialami perawat Rumah Sakit XYZ pada tiga shift kerja ketika sedang melakukan pekerjaan.

2. Tinjauan Pustaka a. Beban Kerja

Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas – tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja. Beban kerja yang berlebihan dapat berakibat pada penurunan waktu reaksi, peningkatan kesalahan dalam mengambil keputusan, penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi, serta peningkatan potensi kecelakaan kerja. Tarwaka (2014:10) menyatakan bahwa kerja manusia bersifat fisik dan mental, sehingga masing-masing punya tingkat pembebanan yang berbeda. Beban kerja dipengaruhi dari beberapa faktor yaitu:

1. Faktor esternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja. Contoh faktor eksternal diantaranya: a. Tugas (tasks).

Tugas terbagi menjadi dua jenis yaitu tugas yang bersifat fisik dan tugas yang bersifat mental. Tugas yang bersifat fisik contohnya tata ruang kerja, stasiun kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja dan alat bantu kerja. Sedangkan tugas yang bersifat mental contohnya kompleksitas pekerjaan dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.

b. Organisasi kerja.

Organisasi kerja yang mempengaruhi beban kerja misalnya, lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, sistem pengupahan, kerja malam, musik kerja, tugas dan wewenang.

c. Lingkungan kerja.

Lingkungan kerja dapat mempengaruhi beban kerja seseorang. Sebagai contoh yaitu lingkungan kerja fisik (penerangan, kebisingan, getaran mekanis), lingkungan kerja kimiawi (debu, gas pencemaran udara), lingkungan kerja biologis (bakteri, virus dan parasit) dan lingkungan kerja psikologis (penempatan tenaga kerja).

2.Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal terdiri dari beberapa faktor, diantaranya: a.Faktor somatis, yaitu jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi.

b.Faktor psikis, yaitu motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan, dan lain-lain. b. Beban Kerja Mental

Pekerjaan yang dikerjakan memiliki beban kerja dengan tingkatan yang berbeda baik itu beban kerja berat maupun ringan. Beban kerja memiliki dua jenis yaitu beban kerja fisik (otot) dan beban kerja mental (otak). Kedua beban kerja ini memang tidak dapat dipisahkan namun masih bisa dibedakan antara pekerjaan dengan dominasi fisik dan pekerjaan dengan dominasi aktivitas mental. Simanjutak (2010:78) juga mengatakan faktor lain yang mempengaruhi beban kerja mental seseorang dalam mengenai suatu pekerjaan antara lain jenis pekerjaan, situasi kerjaan waktu respon, waktu penyelesaian yang tersedia dan faktor individu (tingkat motivasi, keahlian, kelelahan, kejenuhan dan toleransi performansi yang diijinkan).

c. Shift Kerja

Grandjean (1986:245) mengatakan untuk melakukan hal ini para instansi atau perusahaan menerapkan sistem shift pada karyawannya. Shift kerja merupakan pola waktu kerja yang diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam. Shift kerja adalah pengaturan jam kerja sebagai pengganti atau tambahan kerja pagi dan siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan (Lientje, 2011:69). Grandjean (1986:92) mengemukan Teori Schwarizenau yang mengatakan terdapat beberapa saran yang harus diperhatikan dalam pembuatan jadwal shift kerja yaitu :

(3)

1.Pekerja shift malam sebaiknya berumur antara 25-50 tahun.

2.Pekerja yang cenderung punya penyakit diperut dan usus serta yang punya emosi tidak stabil disarankan untuk tidak ditempatkan di shift malam

3.Pekerja yang tinggal jauh dari tempat kerja atau berada di lingkungan yang ramai tidak dapat bekerja malam.

4.Sistem shift 3 rotasi biasanya berganti pada pukul 06:00 – 14:00 – 22:00, lebih baik diganti pada pukul 07:00 – 15:00 – 23:00 atau 08:00 – 16:00 – 24:00. 5.Rotasi pendek lebih baik daripada rotasi panjang dan harus dihindarkan kerja malam secara terus menerus.

6.Rotasi yang baik 2 (metropolitan pola) atau 2-2-3 (continencial pola).

7.Kerja malam 3 (tiga) hari berturut-turut harus segera diikiuti istirahat paling sedikit 24 jam. 8.Perencanaan shift meliputi akhir pekan dengan 2 (dua) hari libur berurutan.

9.Tiap shift terdiri dari satu kali istirahat yang cukup untuk makan.

Sistem shift kerja yang diterapkan di perusahaan menimbulkan efek pada pegawai shift. Menurut Wright (2013:68) sistem kerja shift dikaitkan dengan peningkatan resiko masalah kesehatan, faktor tercepat penyebab kantuk, kelelahan, gangguan kognisi, dan gangguan tidur. Mengantuk dan kelelah merupakan keluhan umum pegawai shift yang mencapai tingkat klinis secara signifikan dan berimplikasi atau berhubungan dengan kinerja dan kecelakaan kerja.

d. Metode NASA-TLX

NASA-TLX (National Aeronautics and Space Administration Task Load Index) merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis beban kerja

mental yang dihadapi oleh pekerja yang harus melakukan berbagai aktivitas dalam pekerjaannya. Tarwaka (2014:141) mengatakan metode NASA-TLX adalah suatu prosedur pembobotan dan rating multi-dimensional yang menyediakan suatu penilaian beban kerja secara keseluruhan yang didasarkan pada rata-rata rating dari enam indikator yaitu Mental demans, Physical demands, Temporal demand, Own performance, Effort & Frustation. Terdapat beberapa langkah dalam penggunaan metode National Aeronautics and Space Administration Task Load Index (NASA-TLX) yaitu:

1.Penjelasan Indikator beban kerja mental yang diukur

a.Tuntutan mental

Menggambarkan seberapa besar tuntutan mental yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari saat bekerja. Kemampuan pekerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan tuntutan pekerjaannya, maka pekerja akan mengalami kebosanan. Sedangkan, jika tuntutan pekerjaan yang lebih tinggi dibamdingkan dengan kemampuan pekerjanya, maka pekerja akan mengalami kelelahan. Kelelahan yang berlebih dapat menyebabkan stres kerja pada karyawan dan menyebabkan sering terjadinya kecelakaan kerja dan kecacatan produk.

b.Tuntutan fisik

Menggambarkan seberapa besar tuntutan fisik yang dibutuhkan saat bekerja. Sebagai contoh aktivitas mendorong, menarik, mengangkat dan lain-lain. Pengukuran beban kerja mental dapat diukur dengan mempertimbangkan denyut jantung serta tekanan darah yang merupakan respon terhadap stress yang disebabkan oleh kegiatan fisik.

(4)

c.Tuntutan waktu

Menggambarkan seberapa besar tuntutan waktu yang dibutuhkan pada saat bekerja. Apakah pekerjaan tersebut perlahan, sedang, bahkan cepat. Menurut penelitian, jumlah jam kerja berbanding terbalik dengan produktivitas pekerja. Sehingga semakin banyaknya jumlah jam kerja, maka semakin menurun produktivitasnya.

d.Tingkat performansi

Aspek performansi menunjukkan seberapa besar tingkat keberhasilan yang dicapai dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Pekerja dengan perfomansi yang baik, maka akan memberikan dampak positif bagi perusahaannya. Tingkat perfomansi berkaitan erat dengan beban kerja suatu pekerjaan. Seorang pekerja dapat menunjukan perfomansi yang baik jika beban kerja yang dilakukannya sesuai dengan kemampuannya.

e.Tingkat usaha

Setiap pekerja memiliki kapasitas beban kerja yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh tingkat keterampilan pekerja, fisik pekerja, kebugaran pekerja usia pekerja, jenis kelamin dan lain-lain. Sehingga suatu pekerjaan harus dirancang untuk dapat menyesuaikan kondisi pekerjanya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban kerja serta tingkat usaha berlebih yang dilakukan pekerja.

f.Tingkat frustasi

Tingkat frustasi berkaitan dengan keadaan emosional pekerja. Seberapa aman, nyaman, putus asa dan kepuasan yang dirasakan. Stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang. Stres juga diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Stress yang disebabkan oleh

beban akibat kerja, dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja, seperti performansi, meningkatnya angka absensi, menurunnya moral kerja dan lain sebagainya.

2.Pembobotan

Tahap ini responden diminta untuk memilih salah satu dari dua indikator yang dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan tersebut. Kuesioner NASA-TLX yang diberikan berbentuk perbandingan berpasangan. Kuesioner tersebut dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang dirasakan paling berpengaruh. Jumlah tally ini kemudian akan menjadi bobot untuk tiap indikator beban mental.

Tabel 2.1 Indikator Pembobotan

(Sumber: Tarwaka, 2004) 3.Pemberian Rating

Tahap ini responden diminta memberikan rating terhadap keenam indikator beban mental. Rating yang diberikan bersifat subjektif tergantung pada beban mental yang dirasakan oleh responden tersebut. Pemberian rating untuk keenam variabel

No Indikator Pembobotan 1. Effort or Performance Temporal Demand or Frustation Temporal Demand or Effort 2. Physical Demand or Frustation Performance or Frustation Physical Demand or Temporal Demand 3. Physical Demand or Performance Temporal Demand or Mental Demand Frustation or Effort 4. Performance or Mental Demand Performance or Temporal Demand Mental Demand or Effort 5. Mental Demand or Physical Demand Effort or Physical Demand Frustation or Mental Demand

(5)

yang terdapat pada beban kerja NASA-TLX dibagi menjadi 5 tingkatan, yaitu sangat rendah (0 s/d 9), rendah (10 s/d 29), sedang (30 s/d 49), tinggi (50 s/d 79) dan sangat tinggi (80 s/d 100). Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pekerja dalam menjawabnya.

4.Menghitung nilai produk

Dihitung dengan cara mengalikan rating dengan bobot faktor untuk masing-masing indikator. Rumus untuk mendapatkan nilai produk yaitu:

Nilai Produk = Rating x Tally

Dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6 indikator yang ada.

5.Menghitung nilai Weighted Workload (WWL) Weighted Workload (WWL) dihitung dengan persamaan berikut:

WWL= ∑Nilai Produk 6.Menghitung rata-rata WWL

Rata-rata WWL atau skor diperoleh dengan persamaan berikut:

Skor = WWL 15

7.Interpretasi hasil nilai skor

Hasil skor kemudian diklasifikasikan berdasarkan kategori sebagai berikut:

1)Rata-rata WWL <20 menyatakan klasifikasi sangat rendah

2)Rata-rata WWL 21-40 menyatakan klasifikasi rendah

3)Rata-rata WWL 41-60 menyatakan klasifikasi sedang

4)Rata-rata WWL 61-80 menyatakan klasifikasi tinggi

5)Rata-rata WWL 81-100 menyatakan klasifikasi sangat tinggi.

3. Metedologi Penelitian

Pengumpulan data ini diperoleh dengan cara membagikan kuisioner kepada seluruh perawat Rumah Sakit XYZ yang bekerja di tiga shift kerja. Berdasarkan hasil kuisioner yang telah diperoleh dibuatlah rekapitulasi pembobotan dan peratingan pada tiap ruangan. Kemudian dilanjutkan dengan uji keseragaman data dan realibilitas untuk mengetahui kuisioner yang telah diisi valid atau tidak. Pengolahan data pada metode NASA-TLX yang terdiri dari pembobotan, pemberian rating, menghitung nilai produk, menghitung nilai WWL dan menghitung rata-rata WWL.

4. Hasil dan Pembahasan

Pengukuran beban kerja mental dilakukan pada semua perawat di rumah sakit XYZ yang menerapkan tiga shift jam kerja. Tahap pertama yang dilakukan yaitu pembagian kusioner Nasa-Tlx pada perawat rumah sakit XYZ. Setelah mengisi kuisioner yang dibagikan, pengukuran selanjutnya dilakukan uji validitas, uji realibilitas dan tahapan pengolahan data metode Nasa-Tlx.

1.Beban Kerja Mental Pada Perawat Shift Malam Beban kerja mental yang dialami perawat pada shift pagi masuk dalam kategori tinggi dengan nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 70,38 dan dimensi yang paling mempengaruhi adalah dimensi effort (usaha). Hal ini berkaitan dengan tugas perawat dimana perawat harus memiliki usaha yang tinggi dalam pengecekan atau kontrol rutin kondisi pasien terhadap perkembangan kesehatannya. Dalam menangani pasien yang membutuhkan pertolongan darurat juga salah satu faktor yang mempengaruhi dimensi effort (usaha), melakukan persiapan operasi

(6)

dan melakukan operasi yang dijadwalkan dipagi hari, serta memastikan keadaan pasien pasca operasi. 2.Beban Kerja Mental Pada Perawat Shift Siang Hasil pengukuran yang dilakukan menunjukkan perawat yang bekerja pada shift siang masuk dalam kategori tinggi dengan nilai rata-rata WWL 69,97 dan dimensi yang paling mempengaruhi yaitu effort (usaha). Beban kerja mental yang perawat rasakan ini dapat disebabkan dari beberapa faktor diantaranya jumlah pasien, keadaan pasien yang mereka tangani, umur dan status perawat juga mempengaruhi seberapa tinggi beban kerja mental yang mereka alami.

3.Beban Kerja Mental Pada Perawat Shift Malam Rata-rata beban kerja mental yang dialami perawat shift malam sebesar 74.02 yang termasuk dalam kategoti tinggi. Sedangkan dari enam dimensi yang mempengaruhi pengukuran, dimensi performance menjadi dimensi yang paling mempengaruhi dalam pekerjaan mereka dengan nilai rata-rata sebesar 296,88. Hal ini merupakan pengaruh dari waktu kerja yang bertepatan pada malam hari, dimana waktu malam tubuh cenderung lelah dan membutuhkan waktu istirahat, dan juga beberapa pasien dalam ruangan Rawat Inap harus melakukan kontrol dan pemeriksaan rutin sambil melakukan beberapa perawatan pada pasien yang memerlukan penanganan khusus, seperti melakukan penyuntikan dan kontrol infus.

1.Rekomendasi Penjadwalan

Berdasarkan pengukuran beban kerja mental yang menggunakan metode Nasa-Tlx dan pada perawat Rumah Sakit XYZ nilai yang diperoleh masuk dalam kategori tinggi baik pada shift pagi, shift siang ataupun shift malam. Sehingga perlu dilakukan

perbaikan dengan memberi usulan rekomendasi penjadwalan pada perawat di Rumah Sakit XYZ.

Gambar 4.1 Persentase Sebelum Rekomendasi Diagram diatas menunjukkan hasil persentase data exsisting pada salah satu ruang di Rumah Sakit XYZ yaitu ruang anak sebelum dilakukan rekomendasi. Hasil yang diperoleh yaitu 33% shift pagi, 32% shift siang dan 35% shift malam. Hasil pembagiannya sudah dikatakan seimbang tetapi pada pembagian hari kerja masih belum seimbang. Sehingga perlu dilakukan rekomendasi penjadwalan.

Gambar 4.2 Persentase Sesudah Rekomendasi Diagram diatas menunjukkan hasil persentase setelah dilakukan rekomendasi penjadwalan pada ruang anak. Hasil yang diperoleh pada ketiga shift yaitu 33% shift pagi, 34% shift siang dan 33% shift malam. Pembagian ini telah seimbang dimana hasil pembagian pada tiga shift sudah merata dan pembagian hari kerjanya juga sudah seimbang. 5. Kesimpulan

1.Hasil beban kerja mental pada perawat shift pagi masuk dalam kategori tinggi dengan rata-rata WWL yang dimiliki yaitu sebesar 70,38 dan dimensi yang

33%

32% 35%

Sebelum Rekomendasi

Pagi Siang Malam

33%

34% 33%

Sesudah Rekomendasi

(7)

paling mempengaruhi yaitu dimensi effort (usaha) dengan nilai rata-rata 282,14. Beban kerja mental pada perawat shift siang masuk dalam kategori tinggi dengan nilai rata-rata WWL sebesar 69,97 dan dimensi yang paling mempengaruhi pada shift siang yaitu dimensi effort (usaha) dengan nilai rata-rata 270,00 . Beban kerja mental pada perawat shift malam juga masuk dalam kategori tinggi dengan nilai rata-rata WWL sebesar 74,02 dan dimensi yang paling mempengaruhi adalah dimensi performance dengan nilai rata-rata 296,88.

2.Rekomendasi penjadwalan diberikan berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan. dimana beban kerja mental yang dimiliki perawat pada shift pagi, shift siang dan shift masuk dalam kategori yang tinggi. Rekomendasi penjadwalan ini dibuat dengan melakukan pembagian waktu kerja dimana perawat memiliki jadwal bekerja pada ketiga shift yang seimbang, memiliki total hari kerja yang sama dan waktu libur yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Grandjean. 1986. fitting the task to the man. London: Taylor & francis inc.

[2] Lientje Setyawati, K. M. 2011. Selintas tentang Kelelahan Kerja, 69-75.

[3] Simanjuntak, R. A. 2010. Analisis Beban Kerja Mental dengan Metoda NASA-Task Load Index. Jurnal Teknologi Technoscientia, 78-86. [4] Tarwaka, A. Bakri dan L. Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press.

[5] Wright Jr, K. P., Bogan, R. K., & Wyatt, J. K. 2013. Shift work and the assessment and management of shift work disorder (SWD). Sleep medicine reviews, 17(1), 67-77.

Biografi Penulis

Rya Widya Citra, lahir di Nanga Keberak, Melawi pada tanggal 16 Januari 1999. Anak dari Bapak Abdul Rauf dan Ibu Hamisyah dan anak terakhir dari 4 bersaudara. Peneliti sebelumnya menempuh Pendidikan di SDN 1 Nanga Keberak lulus pada tahun 2010, SMPN 1 Nanga Keberak lulus pada tahun 2013 dan SMAN 1 Nanga Pinoh lulus pada tahun 2016. Penulis menjadi mahasiswi di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura pada tahun 2016 dan menyelesaikan studi program sarjana dengan gelar Sarjana Teknik (S.T) pada tahun 2020.

Tri Wahyudi, lahir di Pontianak, 29 Mei 1981. Tahun 2005 dia memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) dari Universitas Pasundan di Bandung dengan bidang keahlian Teknik Manajemen Industri. Kemudian gelar Magister Teknik (MT) dengan bidang keahlian Teknik Manajemen Industri di peroleh dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2009. Sejak tahun 2010 sampai dengan sekarang dia merupakan dosen tetap pada Program Studi Teknik Industri di Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura.

Ratih Rahmawati, lahir di Pontianak, 9 Mei 1988. Gelar Sarjana Teknik (S.T) diperolehnya dari S1 Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 2006 dan S2 Teknik Industri bidang keahlian Ergonomi dan Keselamatan Kerja di Institut Teknolohi Sepuluh Nopember Surabaya tahun 2011. Konsentrasi keahlian yang sedang ditekuni adalah manajemen klister industry, desain produk ergonomis, K3 dan makroergonomi. Sejak tahun 2013 sampai dengan sekarang, dia merupakan dosen tetap pada Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura.

References

Related documents

Resource discovering: if a client discovers a resource, it must be available at least in the very moment of the discovering. Unfortunately, most service protocols provide some kind

First, we show that estimating sectoral productivity gaps — both across non-agricultural and agricultural sectors, and across urban and rural areas — using panel data and

higher ihan the open string the hand will be in the^Usual or Half. Position}' which, in addition to these two intervals,

contemporary Chinese artist transculturally entangled in global contemporary art discourses, a focus will be placed on the following questions: how and why he articulates

event simulation, heavy tailed distributions, subexponential distributions, insurance risk, uid queues,..

Organizational Development Themes 4 Build Change Foundations Sustaining Change Analysing Change Needs Change Implementation Communicating Change Foster Change Leadership..

Consequently, in conjunction with precise imaging techniques, these treatment techniques could yield 3D dose distributions that are tightly conformed to the

Although the proposed approach required more user amount to enable its prediction results to achieve stable status, it should be noted that its performance still out- performs