• No results found

Text 1 ABSTRAK pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2020

Share "Text 1 ABSTRAK pdf"

Copied!
63
0
0

Loading.... (view fulltext now)

Full text

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY

TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 20 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2018/2019)

(Skripsi)

Oleh

INA ROHMAWATI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY

TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 20 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2018/2019)

Oleh

INA ROHMAWATI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran

kooperatif tipe two stay two stray terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 20

bandarlampung tahun pelajaran 2018/2019 yang terdistribusi dalam sepuluh kelas,

dengan sampel adalah siswa kelas VII.I dan VII.J yang diambil dengan teknik

purposive sampling. Desain yang digunakan adalah the randomized pretest posttest control group design. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes. Analisis uji hipotesis menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa pada pembelajaran two stay two stray lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional. Kesimpulan pada penelitian ini adalah

model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

(3)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY

TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 20 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2018/2019)

Oleh

INA ROHMAWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sidorejo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten

Lampung Timur, Provinsi Lampung, pada tanggal 27 september 1997. Penulis

adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Marjuki dan Ibu

Ngadiyem. Penulis memiliki satu kakak perempuan yang bernama Choirunisa

serta dua adik perempuan yang bernama Zulfa Ngindana dan Aulia Agista dan

satu adik laki-laki yang bernama Royhan Aziz.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Sidorejo pada tahun

2009, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Sekampung Udik,

Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung

pada tahun 2012, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bandar

Sribawono pada tahun 2015. Melalui jalur SBMPTN pada tahun 2015, penulis

diterima di Universitas Lampung sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan

Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Way Jaha, Kecamatan

Pugung, Kabupaten Tanggamus. Selain itu, penulis melaksanakan Program

Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK N 1 Pugung, Kecamatan Pugung,

Kabupaten Tanggamus yang terintegrasi dengan program KKN tersebut

(8)

`ÉààÉ

“Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin

kalau kita telah berhasil melakukannya”

(9)

i

Persembahan

Alhamdulillahirobbil‘alaamiin.

Segala puji bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurna Sholawat serta salam selalu tercurah kepada

Rasululloh Muhammad SAW

Dengan kerendahan hati, rasa syukur, dan hormat, ku persembahkan karya ini sebagai tanda cinta dan

sayangku kepada:

Ayahku tercinta (Marjuki) dan Ibuku tercinta (Ngadiyem), yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh

kasih sayang, semangat, doa, serta pengorbanan untuk kebahagian dan kesuksesan putrimu ini.

Semoga karya ini bisa menjadi salah satu sekian alasan untuk membuat Ayah dan Ibu tersenyum.

Serta seluruh keluarga besar yang terus memberikan dukungan dan do’anya kepadaku, terimakasih.

Para pendidik yang telah mengajar dan mendidik dengan penuh kesabaran.

Semua sahabat yang begitu tulus menyanyangiku saat bahagia maupun sedihku dari kalian aku belajar

memahami arti kebersamaan.

(10)

ii

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi pada

Siswa Kelas VII SMP Negeri 20 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2018/2019)”. Sholawat serta salam tak lupa juga selalu tercurah atas manusia yang akhlaknya paling mulia, yang telah membawa perubahan luar biasa, menjadi uswatun hasanah di muka bumi ini, yaitu Muhammad Rasulullah SAW.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada:

1. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer,M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I, sekaligus Ketua Program Studi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi, semangat, serta kritik dan saran yang membangun kepada penulis sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.

(11)

iii

semangat, serta kritik dan saran yang membangun kepada penulis selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.

3. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun kepada penulis sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.

4. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku dekan FKIP Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah memberikan kemudahaan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 7. Ibu Nurwana,S.Pd selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam

penelitian.

8. Ibu Dra. Hj. Listadora, M.Pd, selaku kepala SMA Negeri 14 Bandarlampung beserta guru-guru, staf, dan karyawan yang telah memberi kemudahan selama penelitian.

9. Siswa/siswi kelas VII SMP Negeri 20 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2018/2019, khususnya siswa kelas VII.I dan VII.J yang telah bekerja sama dan memberikan pengalaman berharga selama penelitian.

10. Bapak Ahmad Nurdin,S.Pd Kepala SMP Tri Sukses yang telah memberikan kemudahan ijin untuk keperluan mengerjakan skripsi.

(12)

iv

12. Sahabat-sahabat tercintaku Yeni Sugiarti dan Tri Puji Asih yang selama menyusun skripsi ini kalian sudah menjadi teman begadangku, teman curhatku, dan selalu ada saat aku suka maupun duka

13. Sahabat seperjuanganku “Empat Srikandi” Destia Ariza Putri, Novita Putri W.S., dan Bunga Anggraini yang selalu memberikan semangat dan selalu menemani saat suka dan duka.

14. Keluarga KKN kelompok Way Jaha: Mak Suci, Ratih, Della, Tika, Nuri (Alm), Ulfa, Ayu, Dayat, dan Deni.

15. Teman-teman seperjuangan, seluruh angkatan 2015 Pendidikan Matematika terima kasih atas kebersamaannya selama ini dalam menuntut ilmu dan semua bantuan yang telah diberikan. Semoga kebersamaan kita selalu menjadi kenangan yang terindah.

16. Kakak-kakak tingkatku angkatan 2011, 2012, 2013, 2014 serta adik-adikku angkatan 2016, 2017 terima kasih atas kebersamaanya.

17. Almamater Universitas Lampung yang telah mendewasakanku.

18. Pak Mariman dan Pak Liyanto, terima kasih atas bantuannya selama ini. 19. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan kebaikan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan pahala dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin Ya Robbal ‘Aalamiin.

Ina Rohmawati

(13)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 9

C.Tujuan Penelitian ... 9

D.Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Kajian Teori ... 10

B. Kerangka Pikir ... 22

C. Anggapan Dasar ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 27

... 27

B. Desain Penelitian ... 28

C. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 28

D. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian... 29

E. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 30 D. Hipotesis Penelitian ... 26

(14)

vi

F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Hasil Penelitian ... 41

B. Pembahasan V. SIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Simpulan ... 53

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 59

(15)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS... 16

3.1 Pretest Posttest Control Group Design ... 28

3.2 Kriteria Reliabilitas ... 32

3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 33

3.4 Interpretsi Nilai Tingkat Kesukaran ... 34

3.5 Kriteria Indeks Gain ... 35

3.6 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Awal Siswa ... 36

3.7 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Akhir Siswa... 37

3.8 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 38

3.9 Hasil Uji Homogenitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 39

4.1 Data Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Awal Siswa ... 41

4.2 Data Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Akhir Siswa ... 42

4.3 Rekapitulasi Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 43

(16)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

A. PERANGKAT PEMBELAJARAN

A.1 Silabus Pembelajaran Two Stay Two Stray ... 60

A.2 Silabus Pembelajaran Konvensional ... 64

68

A.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Konvensional ... 88

A.5 Lembar Kerja Peserta Didik 1 ... 108

B. INSTRUMEN TES

B.1 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 137

B.2 Form Penilaian Validitas Isi ...

B.3 Soal Pretest-Postest

C. ANALISIS DATA

149

150

... 140

... 142

B.4 Pedoman Penskoran Soal Tes Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa ... 143

B.5 Pedoman Jawab Soal Tes Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa ... 144

C.1 Analisis Reliabilitas Hasil Tes Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa Kelas Uji Coba ... A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) TSTS ...

C.2.1 Analisis Daya Pembeda Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Uji Coba ...

C.2.2 Analisis Tingkat Kesukaran Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Uji Coba ... 150

C.3.1 Perhitungan Gain Skor Kemampuan Komunikasi

(17)

C.3.2 Rekapitulasi Interpretasi Indeks Gain Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran TSTS... 152

C.4.2 Rekapitulasi Interpretasi Indeks Gain Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran

Konvensional ... 154

C.6 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Awal Siswa Yang Mengikuti

Model Pembelajaran Konvensional ... 158

C.7 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis

Akhir Siswa Yang Mengikuti Model Pembelajaran TSTS ... 161

C.8 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Akhir Siswa Yang Mengikuti

Pembelajaran Konvensional ... 164

C.10 Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Yang Mengikuti

173

C.12 Uji Hipotesis Data Gain Skor Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa ... 175

178

C.13.3 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Awal Siswa Yang Mengikuti

Pembelajaran TSTS ... 182

C.13.4 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Awal Siswa Yang Mengikuti

Pembelajaran Konvensional ...182 C.4.1 Perhitungan Gain Skor Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran Konvensional ... 153

C.13.2 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

Awal Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran Konvensional ... 180 Pembelajaran Konvensional ... 170

C.11 Uji Homogenitas Data Gain Skor Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa ... C.5 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Awal

Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran TSTS ...... 155

C.9 Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran TSTS ... 167

(18)

x D. LAIN-LAIN

D.1 Surat Keterangan Penelitian

183

... 188

C.14.4 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Akhir Siswa Yang Mengikuti

Pembelajaran Konvensional ...187 C.14.3 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi

Matematis Akhir Siswa Yang Mengikuti

Pembelajaran TSTS ... 187 C.14.2 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

Akhir Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran Konvensional ... 185 C.14.1 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam mempersiapkan

sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, dan mampu berkompetensi dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena itu pendidikan harus

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah membuat aturan tentang

hak dan kewajiban warganya memperoleh pendidikan. Hal tersebut diatur dalam

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa setiap warga

berhak memperoleh pendidikan dan wajib mengikuti pendidikan dasar dan

pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan

nasional.

Sistem pendidikan Indonesia selalu mengalami perubahan, mulai dari kurikulum

hingga standar nilai kelulusan yang digunakan. Pemerintah membuat standar nilai

kelulusan yang selalu meningkat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

pendidikan. Demikian juga dengan kurikulum 2013 yang baru diterapkan.

Diterapkannya kurikulum 2013, diharapkan mampu meningkatkan kompetensi

masa depan siswa seperti kemampuan berkomunikasi, berakhlak, berpikir kritis

(20)

2

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Pasal 1 dinyatakan sebagai berikut.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Adapun UU No.20 tahun 2003 Pasal 3 menyatakan sebagai berikut.

Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mandiri dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa

Dalam mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, terdapat beberapa mata

pelajaran pendukung yang harus diajarkan di sekolah, salah satunya yaitu

pelajaran matematika. Matematika adalah ilmu tentang logika yang mengenai

bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan dengan yang lainnya

dengan jumlah banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis

dan geometri.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 tentang kurikulum 2013

Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki kemampuan

berpikir dan bernalar dalam pemecahan masalah, mengkomunikasikan gagasan

dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain secara efektif untuk memperjelas

keadaan atau masalah, serta memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan

nilai-nilai matematika dan pembelajarannya. Untuk mencapai tujuan mata pelajaran

(21)

3

siswa yaitu kemampuan komunikasi matematis. Kemampuan komunikasi

matematis siswa tersebut harus dimiliki siswa dengan baik, sehingga siswa lebih

mudah dalam mengerjakan matematika.

Hasil Ujian Nasional (UN) tingkat SMP dan sederajad di Indonesia,

(Kemendikbud, 2018) untuk pelajaran matematika selalu rendah tiap tahunnya.

Terlihat ditahun 2016 nilai rata-rata hasil ujian nasional matematika ada diangka

61,33 dan turun menjadi 52,69 ditahun 2017. Tahun 2018 hasil ujian nasional

matematika lebih rendah, yaitu nilai rata-rata nasionalnya 31,38. Hasil tersebut

menunjukkan kurang berhasilnya pembelajaran matematika didalam kelas, karena

banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep,

berkomunikasi secara matematik dan mengerjakan soal-soal matematika saat

proses kegiatan pembelajaran berlangsung.

Alper dan Enver (2011: 461) mengemukakan bahwa matematika menjadi mimpi

buruk bagi banyak siswa dan menjadi pelajaran yang dianggap sulit dipelajari oleh

siswa, sehingga hasil yang diperoleh sangat rendah, ini menunjukkan kurang

berhasilnya pembelajaran matematika di kelas. Kurang berhasilnya pembelajaran

matematika, mencerminkan kekurang mampuan siswa terhadap pemahaman

matematika. Sering kali nampak, siswa mampu dan terampil menggunakan suatu

algoritma/rumus namun terkadang kesulitan menyelesaikan suatu permasalahan

matematika yang nyata berkaitan dengan algoritma/rumus matematika tersebut.

Tampak bahwa transfer belajar yang terjadi pada siswa tidak hanya terletak pada

penguasaan materi tetapi juga pada kemampuan melakukan elaborasi

(22)

4

memecahkan masalah-masalah matematika atau permasalahan sehari-hari. Salah

satu faktor yang mempengaruhi kurang berhasilnya pembelajaran dikelas, diduga

karena rendahnya kemampauan komunikasi yang dimiliki oleh siswa.

TIMSS (Trend In Methematics and Science Study) dan PISA (Programme for

International Student Assessment) adalah organisasi yang bergerak di bidang

penilaian dan pengukuran pendidikan, salah satunya yaitu mengukur kemampuan

matematis anak. TIMSS yang dilaksanakan oleh IEA setiap 4 (empat) tahun sekali

dan PISA yang dilaksanakan oleh OECD setiap 3 (tiga) tahun sekali. Berdasarkan

hasil survei international TIMSS pada tahun 2011 Indonesia berada di urutan

ke-38 dengan skor ke-386 dari 42 negara yang diuji, dengan standar rata-rata pencapaian

prestasi yang digunakan TIMSS yaitu 500, skor ini turun 11 poin dari penilaian

tahun 2007 ( Mullis dkk, 2012: 338).

Sedangkan hasil survei TIMSS 2015, Indonesia menempati posisi 45 dari 50

negara dengan Skor 397 yang menunjukkan Indonesia berada pada peringkat ke-5

terbawah. Pada survei TIMSS tersebut, siswa Indonesia dapat menjawab soal-soal

rutin dan bersifat sederhana dengan presentase yang menjawab benar diatas 80%,

sedangkan pada soal-soal yang memerlukan kemampuan menelaah,

berargumentasi, menarik simpulan, serta menyelesaikan soal berupa gambar hanya

dapat dijawab dengan presentase yang menjawab benar dibawah 11%

(Rahmawati, 2016: 3).

Selanjutnya berdasarkan survei dari PISA pada tahun 2013 Indonesian berada

(23)

5

PISA tahun 2015 pada tes kompetensi matematika, Indonesia menduduki

peringkat ke-62 dari 70 negara dengan skor rata-rata 386. Meski peningkatan

capaian Indonesia pada tahun 2015 cukup memberikan optimisme karena berhasil

naik 6 peringkat dan memiliki selisih 11 poin lebih tinggi dari posisi sebelumnya

yakni peringkat 2 terbawah pada tahun 2013, namun peningkatan capaian tersebut

masih di bawah rata-rata nilai kompetensi matematika negara OECD

(Organisation for Economic Cooperation and Development) yaitu 490. Adapun

kemampuan matematika yang diujikan dalam PISA tersebut fokus kepada

kemampuan siswa dalam menganalisa, memberikan alasan, menyampaikan ide

secara efektif, merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasi masalah-masalah

matematika dalam berbagai bentuk dan situasi (Setiawan, 2014: 1).

Kemampuan-kemampuan yang diujikan TIMSS dan PISA tersebut erat kaitannya

dengan indikator-indikator kemampuan komunikasi matematis siswa.

Kemampuan tersebut meliputi kemampuan untuk berargumentasi dan menarik

simpulan yang termasuk dalam indikator kemampuan komunikasi matematis

bagian written tekts (menulis), menyelesaikan soal berupa gambar dan

menginterpretasikan permasalahan dalam berbagai situasi termasuk dalam

indikator kemampuan komunikasi matematis bagian drawing (menggambar).

Dengan demikian berdasarkan hasil survei, menunjukkan kemampuan komunikasi

matematis siswa di Indonesia masih tergolong rendah.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis tentunya disebabkan oleh banyak

faktor. Salah satu faktor penyebabnya yaitu pada umumnya siswa Indonesia

(24)

6

TIMSS dan PISA yang subtansinya konsektual, menuntut penalaran argumentasi

dan kreativitas dalam menyelesaikannya (Wardani dan Rumiati, 2011: 1). Hal ini

menunjukkan pada umumnya siswa Indonesia mengalami kesulitan dalam

menghadapi soal-soal yang mencapai tahap argumentasi, maka dapat dikatakan

bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa di Indonesia masih rendah.

SMP Negeri 20 Bandarlampung merupakan salah satu sekolah yang memiliki

karakteristik seperti sekolah di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan hasil

observasi dan wawancara dengan guru bidang studi matematika di SMP Negeri 20

Bandarlampung tahun ajaran 2018/2019 yang dilakukan pada saat penelitian

pendahuluan, diketahui bahwa guru sudah mencoba menggunakan pendekatan

saintifict (scientifict approach) namun siswa masih kurang aktif dan terbilang

pasif, sehingga lebih sering menunggu informasi/materi dari guru. Akibatnya

pembelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada guru.

Hal ini dilihat dari kegiatan inti pembelajaran di kelas, guru memulai

pembelajaran dengan memberikan informasi/penjelasan materi pelajaran serta

contoh-contoh soal, sedangkan peserta didik mencatat materi tersebut. Guru

memberikan sesi tanya jawab untuk siswa bertanya jika ada penjelasan guru yang

belum dipahami oleh peserta didik. Namun demikian, banyak peserta didik yang

tidak bertanya bahkan terkadang sama sekali tidak bertanya. Dengan kata lain, sesi

tanya jawab tidak berjalan secara optimal, hal ini membuat kemampuan

komunikasi matematis siswa kurang berkembang dengan baik.

Kenyataan ini menuntut penyelesaian yang menjadi tugas besar bagi seorang guru

(25)

7

terjadi peningkatan dalam hasil belajar siswa. Salah satu alternatif yang dapat

ditempuh untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah

melalui kreativitas yang dimiliki guru dalam memilih metode mengajar. Melalui

kreativitas yang dimiliki oleh para guru, dan dengan keinginan untuk selalu

mencari metode yang tepat agar selalu menarik minat dan motivasi siswa belajar,

maka tujuan yang diharapkan akan tercapai. Upaya untuk meningkatkan

kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilakukan dengan memberi

kesempatan siswa untuk berdiskusi dan saling berkomunikasi dengan siswa lain.

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang

dapat dijadikan alternatif untuk memengaruhi kemampuan komunikasi matematis

siswa. Dengan model pembelajaran kooperatif, siswa diharapkan dapat aktif

berfikir, bekerja secara kelompok, dan saling mendukung agar setiap anggota

kelompok dapat menyelesaikan masalah. Model pembelajaran kooperatif memiliki

beberapa variasi, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Two

Stay Two Stray (TSTS).

Pembelajaran TSTS dipilih karena, dapat digunakan untuk semua mata pelajaran

dan semua tingkat anak didik. Teknik TSTS membentuk kelompok kecil dan

terdapat ciri khas dalam pembentukan kelompoknya yaitu anggota

kelompok-kelompoknya bersifat heterogen. Guru membuat kelompok yang heterogen

dengan alasan memberikan kesempatan siswa untuk saling mengajar dan saling

mendukung serta memudahkan pengelolaan kelas karena masing-masing

kelompok memiliki siswa yang berkemampuan tinggi, yang dapat membantu

(26)

8

Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk

aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga

menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu alasan menggunkan

TSTS karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota

kelompoknya. Siswa dapat bekerjasama dengan temannya dan dapat mengatasi

kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.

Menurut Huda (2011: 141) Pembelajaran kooperatif TSTS adalah pembelajaran

yang didalam prosesnya membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil yang

beranggotakan empat orang untuk melakukan diskusi. Salah satu tahap

pembelajaran TSTS yaitu tahap dimana setelah diskusi, dimana dua orang yang

bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu ke kelompok lain. Pada saat bertamu

mereka mendapatkan informasi baru dari kelompok lain. Dua orang yang tinggal

dalam kelompok bertugas men-sharing informasi dari hasil kerja mereka ke tamu

mereka. Pada tahap ini akan terjadi komunikasi yang baik tiap anggota kelompok.

Jadi secara tidak langsung siswa telah menggunakan kemampuan komunikasi

matematisnya melalui ide-ide dan bahasa matematika.

Berdasarkan pemaparan tersebut, diduga model pembelajaran TSTS memiliki

pengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Sehingga perlu

diadakan penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Two

Stay Two Stray (TSTS) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. (studi

(27)

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) berpengaruh terhadap kemampuan

komunikasi matematis siswa?”

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two

Stay Two Stray (TSTS) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan

terhadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait dengan

kemampuan komunikasi matematis siswa dan model Two Stay Two Stray

(TSTS).

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan bagi guru dalam memilih model pembelajaran yang dapat

(28)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

2.1 Kemampuan Komunikasi Matematis

Dalam kehidupan, komunikasi menjadi sebuah aktivitas yang dilakukan setiap hari

bahkan setiap jam, menit maupun detik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan

penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang

dimaksud dapat dipahami penerima pesan. Sehingga komunikasi haruslah berisi

informasi yang jelas dan dapat diterima oleh orang lain. Menurut Sanjaya (2012:

81) komunikasi juga merupakan suatu proses penyampaian pesan dari sumber

(pembawa pesan) ke penerima pesan dengan maksud untuk memengaruhi

penerima pesan. Komunikasi dapat secara langsung (lisan) dan tak langsung

melalui media atau tulisan. Dengan demikian komunikasi tidak mungkin

kebetulan terjadi tanpa dirancang dan ada tujuan yang akan dicapai.

Proses komunikasi pembelajaran akan berjalan efektif apabila dalam

menyampaikan informasi tidak adanya gangguan yang mempengaruhi kelancaran

dalam melakukan komunikasi sehingga informasi yang didapat dapat dipahami

dengan jelas. Begitu pula proses komunikasi di dalam kelas yaitu ketika guru

(29)

11

seperti gaduh di dalam kelas sehingga mengganggu proses kelancaran komunikasi

akibatnya informasi atau ilmu yang diterima oleh murid tidak dapat diterima

dengan baik dan pembelajaran di kelaspun menjadi tidak efektif. Sanjaya (2012:

83) menyatakan bahwa komponen komunikasi terdiri atas: (1) siapa komunikator/

pengirim pesan; (2) pesan apa yang disampaikan; (3) melalui apa pesan itu

disampaikan/ media; (4) siapa yang menerima pesan; (5) apa dampak/ hasil

komunikasi.

Salah satu kemampuan yang diukur dalam pembelajaran matematika adalah

kemampuan komunikasi matematis siswa. Mahmudi (2006: 4) menyatakan bahwa

proses komunikasi dapat membantu siswa membangun pemahaman terhadap

ide-ide matematika dan membuatnya mudah dipahami. Ketika siswa ditantang untuk

berpikir tentang matematika dan mengomunikasikannya kepada siswa lain secara

lisan maupun secara tertulis, secara tidak langsung mereka dituntut untuk

membuat ide matematika itu lebih terstruktur dan meyakinkan, sehingga

ide-ide itu menjadi lebih mudah dipahami. Dengan demikian, siswa harus memiliki

kemampuan komunikasi yang baik agar tujuan pembelajaran matematika dapat

tercapai.

Menurut Sumarmo (2012 : 15) komunikasi matematis meliputi kemampuan siswa

dalam : (1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide ma-

tematika, (2) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan dan

tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar, (3) Menyatakan peristiwa

seharihari dalam bahasa atau simbol matematika; (4) Mendengarkan, berdiskusi,

(30)

12

presentasi matematika tertulis, (6) Membuat konjengtur, menyusun argumen,

merumuskan definisi dan generalisasi dan (7) Menjelaskan dan membuat

pertanyaan tentang matematika yang dipelajari.

Indikator komunikasi matematis menurut National Council of Teacher of

Mathematics (Puspaningtyas, 2012: 13) antara lain : (1) Kemampuan

mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan dan

mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan

memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara

lisan, tulisan maupun dalam bentuk visual lainya; (3) Kemampuan dalam

menggunakan notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk

menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model

situasi. Ansari (Puspaningtiyas, 2012: 14-15) menyatakan bahwa kemampuan

komunikasi matematis siswa terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu : (1)

Menggambar/drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan

diagram kedalam ide-ide matematika. (2) Ekspresi matematika/mathematical

expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan

peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. (3) Menulis/written

texts, yaitu memberikan jawaban persoalan matematika dengan bahsasa sendiri.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan, kemampuan komunikasi

matematis siswa merupakan kemampuan siswa dalam mengekspresikan

gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang

mereka pelajari dengan indikator sebagai berikut: (a) menggambarkan situasi

(31)

13

matematika, (b) menjelaskan ide dan situasi matematika secara tulisan (c)

menuliskan komunikasi matematika, (d) mengungkapkan kembali suatu uraian

matematika secara tulisan dan menggunakan bahasa matematika sendiri secara

tepat.

2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)

Istilah kooperatif berasal dari kata cooperative yang berarti bekerja sama. Salah

satu aktivitas sosial yang membutuhkan kemampuan untuk bekerja sama dengan

baik ialah kerja kelompok. Eggen dan Kauchak (2012: 171) menyatakan bahwa

kerja kelompok adalah suatu strategi yang dirancang untuk meningkatkan

keterlibatan siswa dengan interaksi antar siswa. Dalam pembelajaran ini akan

tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang

dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.

Model pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk saling berkomunikasi aktif

dengan anggota kelompoknya dalam rangka menyelesaikan masalah matematika

yang diberikan gurunya. Dengan bekerja sama maka siswa akan mengembangkan

keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat

bagi kehidupannya. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Hartono (2013:

112) yang menyatakan pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk bersikap

partisipatif dalam menyelesaikan tugas Sikap partisipatif itu tak hanya untuk tugas

semata, tapi juga melatih siswa agar suatu saat kelak mampu berpartisiasi dalam

realitas kehidupan. Menurut Suherman, dkk (2003: 260) kooperatif mencakup

suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan

(32)

14

mencapai tujuan bersama. Slavin (2005: 4) berpendapat bahwa kooperatif merujuk

pada berbagai macam metode pengajaran dengan para siswa bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam

mempelajari materi pelajaran.

Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif

(cooperative learning) adalah bentuk pembelajaran yang dilakukan secara

berkelompok yang mencakup kelompok kecil dipilih secara heterogen dan

terciptanya sebuah interaksi yang baik didalam kelompok sehingga memperoleh

hasil belajar yang maksimal.

Pembelajaran kooperatif memiliki banyak metode dalam pelaksanaannya, salah

satunya adalah Two Stay Two Stray yang apabila diartikan ke dalam bahasa

indonesia berarti dua tinggal dua tamu. Huda (2011: 140), menjelaskan bahwa

model pembelajaran TSTS dikembangkan oleh’ Spencer Kagan pada tahun 1992

dan pembelajaran ini dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran serta tingkatan

umur.

Dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini siswa dapat belajar

dengan cara bekerja sama dengan teman dan memberikan pengalaman baru dalam

belajar. Nantinya teman yang lebih mampu menguasai materi dapat menolong

teman yang lemah dalam penguasaan materi. Pada saat anggota kelompok

bertamu ke kelompok lain akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat

saling melengkapi, terjadi proses tatap muka antar siswa dan terjadi komunikasi

baik dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai

(33)

15

Model pembelajaran TSTS mempunyai sintak pembelajaran. Menurut Huda

(2011: 141) terdapat enam langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe Two Stay

Two Stray, yaitu: (1) siswa bekerja sama dengan kelompok berempat sebagaimana

biasa, (2) guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan

dikerjakan bersama, (3) setelah selesai, 2 anggota dari masing-masing kelompok

diminta meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok lain, sementara

kedua anggota yang tinggal menerima tamu dari kelompok lain, (4) dua orang

yang tinggal dalam kelompok bertugas men-sharing informasi dan hasil kerja

mereka ke tamu mereka, (5) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok yang

semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain, (6) Setiap

kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua.

Sejalan dengan pendapat diatas, Suprijono dalam Alvionita (2014)

mengemukakan bahwa pembelajaran dengan metode TSTS terdiri dari beberapa

tahapan, yaitu:

1. Guru membagi siswa kedalam kelompok-kelompok secara heterogen.

2. Setelah kelompok terbentuk, guru memberikan tugas berupa permasalahan

permasalahan kepada setiap kelompok kemudian mereka mendiskusikannya.

3. Setelah diskusi kelompok selesai, dua orang masing-masing kelompok

berkunjung ke kelompok lain. Sedangkan, dua orang yang tinggal memiliki

tanggung jawab untuk menerima tamu dan membagikan hasil kerja

kelompoknya kepada yang berkunjung. Setelah selesai, dua tamu tersebut

kembali ke kelompoknya masing-masing untuk membahas dan mencocokkan

(34)

16

Selanjutnya menurut Aji (2011:13), penerapan pembelajaran kooperatif tipe TSTS

dapat digambarkan dalam bentuk skema pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS

Keterangan:

: Siswa yang bertamu kekelompok lain

: Siswa yang tinggal/tuan rumah dalam kelompok

Menurut Daryono dalam Alfionita (2014: 17) kelebihan dari model pembelajaran

TSTS, yaitu: (1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep

sendiri dengan cara memecahkan masalah, (2) memberikan kesempatan kepada

siswa untuk menciptakan kreativitas dalam melakukan komunikasi dengan teman

sekelompoknya, (3) membiasakan siswa untuk bersikap terbuka terhadap teman,

menambah kekompakan serta rasa percaya diri siswa, (4) meningkatkan motivasi,

minat dan prestasi belajar siswa, (5) membantu guru dalam pencapaian

pembelajaran, karena langkah pembelajaran kooperatif mudah diterapkan di

sekolah.

KELOMPOK 1

KELOMPOK 2

KELOMPOK 3

KELOMPOK 4 O P

C

G H

K

A B

C D

E F

M N

I J

G H

O P

K L

(35)

17

Dalam pelaksanan pembelajaran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Menurut Daryono dalam Rezki (2014:16), hal yang perlu diperhatikan dalam

pelaksanaan model pembelajaran TSTS, yaitu: (1) diperlukan waktu yang cukup

lama untuk melakukan diskusi, (2) siswa yang pandai, menguasai jalannya diskusi

sehingga siswa yang kurang pandai memiliki kesempatan yang sedikit untuk

mengeluarkan pendapatnya, (3) siswa yang tidak terbiasa belajar kelompok

merasa asing dan sulit untuk bekerja sama.

Berdasarkan pengertian dan penjelasan di atas, pengertian model pembelajaran

TSTS adalah model pembelajaran kooperatif yang setiap kelompok terdiri dari

empat orang dengan konsep dua tinggal dan dua berkunjung. Langkah-langkah

model pembelajaran TSTS meliputi pembagian kelompok secara heterogen yang

beranggotakan empat orang lalu guru membagikan tugas yang akan didiskusikan

kepada kelompok masing-masing. Setelah selesai berdiskusi, dua orang dari setiap

kelompok berkunjung ke kelompok lain untuk mendapatkan informasi dari

kelompok yang akan dikunjungi. Sedangkan dua orang tinggal bertanggung jawab

untuk membagikan hasil kerja kelompoknya kepada dua tamu yang berkunjung.

Apabila telah selesai, dua orang yang bertugas sebagai tamu kembali ke kelompok

masing-masing kemudian mereka membahas serta mencocokkan hasil kerja dan

(36)

18

2.3 Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang sering digunakan di

sekolah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensional memiliki arti

konvensi (kesepakatan) umum (seperti adat, kebiasaan, kelaziman) dan tradisional.

Menurut Djamarah (2008: 77), pembelajaran konvensional merupakan

pembelajaran yang menggunakan metode ceramah, sejak dulu pembelajaran ini

telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik

dalam proses belajar dan pembelajaran. Metode yang biasa digunakan dalam

pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Suyitno (2004:2),

metode ekspositori adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada

siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi

dan contoh soal disertai tanya jawab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran konvensional sebelum berlakunya kurikulum 2013 adalah

pembelajaran tradisional yang dalam pelaksanaannya guru lebih dominan dalam

penguasaan kelas.

Pembelajaran konvensional yang terjadi di sekolah saat ini mengacu pada

kurikulum 2013. Pembelajaran konvensional menurut kurikulum 2013 adalah

pembelajaran yang pelaksanaannya sesuai dengan buku guru dan dilakukan

dengan pendekatan saintific yang telah diterbitkan oleh Kemendikbud. Pendekatan

saintific adalah pendekatan yang mengadopsi langkah-langkah sains.

Langkah-langkah sains yang dilakukan adalah mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi, mengasosiasi serta mengomunikasikan. Hal ini sesuai dengan UU No.

(37)

19

pengalaman belajar, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,

mengasosiasi serta mengomunikasikan.

1. Mengamati

Pada tahap ini, siswa mengamati dengan indra (membaca, mendengar,

menyimak, melihat, menonton dan lain-lain) dengan atau tanpa alat apa yang

disampaikan oleh guru. Hal ini dilakukan agar siswa memiliki kesungguhan

dalam mencari informasi.

2. Menanya

Pada tahap ini, guru memberi kesempatan kepada siswa bertanya mengenai

informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau bertanya mengenai

informasi tambahan mengenai apa yang diamati. Hal ini dilakukan agar siswa

mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, dan dapat merumuskan masalah.

3. Mengumpulkan informasi

Pada tahap ini, guru meminta siswa untuk bereksperimen, membaca sumber

lain, mengamati bahkan melakukan wawancara dengan narasumber. Hal ini

dilakukan agar siswa mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai

pendapat, dan berkomunikasi.

4. Mengasosiasi

Pada tahap ini, siswa melakukan mengolah informasi yang sudah didapat dari

hasil mengumpulkan informasi. Hal ini dilakukan agar siswa

mengembangkan sikap teliti, jujur, disiplin, taat aturan, kerja keras,

kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta

(38)

20

5. Mengomunikasikan

Pada tahap ini, siswa diminta untuk menyampaikan hasil pengamatan,

melakukan kesimpulan berdasarkan hasil analisis secra lisan, tertulis atau

media lainnya. Hal ini dilakukan agar siswa mengembangkan sikap jujur,

teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat

dengan singkat dan jelas serta mengembangkan kemampuan berbahasa yang

baik dan benar (Permendikbud, 2014).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional

saat ini tidak lagi pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru, akan tetapi

pembelajaran berbasis kurikulum 2013 yang dilakukan dengan pendekatan

saintific yang sesuai dengan buku guru yang diterbitkan oleh Kemendikbud.

2.4 Pengertian Pengaruh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 849) pengaruh dapat diartikan

sebagai daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut

membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Sejalan dengan itu

Surakhmad (1982: 7) menyatakan bahwa pengaruh adalah kekuatan yang muncul,

yang dapat memberikan perubahan terhadap apa yang ada disekelilingnya.

Menurut Badudu dan Zain (Suryani, 2015), pengertian pengaruh antara lain : (1)

pengaruh adalah daya yang menyebabkan sesuatu terjadi, (2) sesuatu yang dapat

membentuk atau mengubah sesuatu yang lain, (3) tunduk atau mengikuti karena

(39)

21

pengaruh adalah daya yang timbul dari sesuatu, orang, benda yang ikut

membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang atau sebagainya.

Hafied (2002: 163) menyatakan bahwa pengaruh merupakan salah satu elemen

dalam komunikasi yang sangat penting untuk mengetahui berhasil tidaknya

komunikasi yang kita inginkan. Pengaruh dapat dikatakan mengena jika

perubahan (P) yang terjadi pada penerima sama dengan tujuan (T) yang diinginkan

oleh komunikator.

Pengaruh dapat terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku.

Pada tingkat pengetahuan pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan persepsi

dan perubahan pendapat. Adapun yang dimaksud dengan perubahan sikap ialah

adanya perubahan internal pada diri seseorang yang diorganisir dalam bentuk

prinsip, sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek baik yang

terdapat di dalam maupun diluar dirinya. Perubahan perilaku ialah perubahan yang

terjadi dalam bentuk tindakan. Antara perubahan sikap dan perilaku terdapat

hubungan yang erat, sebab perubahan perilaku biasanya didahului oleh perubahan

sikap. Tetapi dalam hal tertentu, bisa juga perubahan sikap didahului oleh

perubahan perilaku.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh

merupakan hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang memberikan

efek atau akibat bagi seseorang yang dapat merubah tingkah laku, dan

pengetahuan seseorang. Dalam hal ini pengaruh lebih condong kedalam sesuatu

(40)

22

kearah yang lebih positif sehingga akan membawa perubahan menjadi yang lebih

baik.

B. Kerangka Pikir

Penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran Two Stay Two Stray terhadap

kemampuan komunikasi matematis siswa terdiri dari satu variabel bebas dan satu

variabel terikat. Pada penelitian ini, variabel bebasnya adalah model

pembelajarannya yaitu model pembelajaran Two Stay Two Stray dan pembelajaran

konvensional sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi

matematis siswa.

Salah satu aspek yang menjadi penilaian tingkat keberhasilan suatu proses

pembelajaran yaitu kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh siswa sangat baik.

Kemampuan komunikasi merupakan kemampuan yang penting dalam

pembelajaran matematika. Tanpa adanya kemampuan tersebut siswa akan

mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dibutuhkankan

model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan

komunikasi matematisnya.

Model Pembelajaran tipe TSTS merupakan suatu model pembelajaran yang

membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat orang

yang kemudian akan berpencar menjadi dua bagian, dimana dua akan pergi ke

kelompok lain untuk bertamu dan dua yang tinggal akan menyajikan materi untuk

tamu yang bertamu di kelompok mereka. Pembelajaran tipe TSTS ini memberikan

kesempatan kepada tiap anggota dalam kelompok untuk aktif bekerjasama dalam

(41)

23

Pada awal proses model pembelajaran tipe TSTS dimulai dengan guru

memberikan pemanasan sebelum memasuki kegiatan inti yaitu berupa seruan

untuk senantiasa bersyukur dan mengakui kebesaran Tuhan yang telah

memberikan ilmu serta apersepsi dengan cara mengecek kompetensi siswa yang

telah dipelajari sebelumnya kemudian diberikan penghargaan (pujian) atas

pengetahuan yang siswa miliki saat itu

Tahap kedua adalah penyajian informasi oleh guru. Dalam tahap ini guru

menyajikan topik-topik penting tentang pokok bahasan yang akan dipelajari.

Dengan aktivitas tersebut siswa dituntut untuk bersikap aktif dalam merumuskan

masalah yang diberikan.

Tahap ketiga adalah tahap pertama dalam kegiatan inti yaitu mengorganisasikan

siswa kedalam kelompok belajar kecil. Pada tahap ini, guru meminta siswa

membentuk kelompok-kelompok heterogen dengan setiap kelompok

beranggotakan 4 orang siswa dan selanjutnya setiap kelompok dibagikan Lembar

Kerja Kelompok (LKK) yang berisikan masalah-masalah untuk di diskusikan.

Tahap keempat dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini adalah

mengumpulkan informasi yang sesuai dengan masalah yang diberikan. Aktivitas

yang dilakukan siswa dalam tahap ini adalah siswa bekerja sama melakukan

diskusi untuk menemukan penyelesaian dari masalah yang disajikan dalam LKK.

Dalam berdiskusi dan bekerjasama memungkinkan mereka untuk saling bertukar

informasi dan konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah yang diberikan . lalu

menyajikan pemikiran mereka ke dalam bentuk gambar atau ekspresi matematika,

(42)

24

siswa dituntun untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya

karena siswa bekerjasama mencoba menghubungkan ide-ide yang didapat dari

masing-masing siswa serta menggunakan notasi-notasi matematika dan

struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan

dengan model-model situasi.

Tahap kelima setelah diskusi dalam kelompok selesai dilakukan, tahap selanjutnya

adalah berpencar. Setiap 2 orang anggota dalam kelompok akan pergi dan

berkunjung ke salah satu kelompok lain untuk mendapatkan informasi lain,

sementara 2 orang anggota yang tinggal di kelompok akan menyajikan hasil

diskusi yang telah mereka dapat kepada 2 orang tamu yang datang. Pada saat

anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran

informasi yang bersifat saling melengkapi kemudian mencoba untuk

mengkolaborasikan dengan ide-ide yang dimilikinya. Kemampuan komunikasi

matematis juga digunakan dalam tahap ini, karena siswa yang dikunjungi

bertanggung jawab menyampaikan hasil diskusi sehingga terjadilah proses

komunikasi mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan.

Tahap keenam adalah kembali ke kelompok awal. Dua anggota yang bertamu ke

kelompok lain akan menyampaikan informasi yang telah mereka dapat dari

kunjungan yang mereka lakukan. Mereka akan terlibat kembali untuk berdiskusi.

Siswa akan saling bekerja sama, bertukar pikiran, menuangkan ide, menambah

gagasan, berbagi jawaban dan menjelaskan satu sama lain terhadap permasalahan

yang telah diperoleh. Dengan demikian, mereka memiliki banyak cara dalam

(43)

25

kebebasan dalam mengembangkan gagasan maupun ide-idenya dalam

menyelesaikan permasalahan matematika sehingga kemampuan komunikasi

matematis siswa dapat berkembang dengan baik.

Selanjutnya, perwakilan kelompok maju ke depan untuk mempresentasikan hasil

kerjanya. Siswa lain dan guru memberikan tanggapan mengenai hasil presentasi

melalui tanya jawab. Kegiatan tersebut menuntun siswa untuk dapat

mendemonstrasikan serta menggambarkan hasilnya secara visual sehingga

kemampuan komunikasi yang dimiliki siswa dapat berkembang dengan baik.

Kemudian ditutup dengan menyimpulkan materi oleh siswa dan guru. Melalui

tahapan-tahapan kegiatan tersebut, setiap tahapannya mengandung indikator yang

teradapat dalam kemampuan komunikasi matematis. Sehingga secara tidak

langsung kemampuan komunikasi matematis siswa akan terasah.

C. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut.

1. Semua siswa kelas VII semester genap SMP N 20 Bandar Lampung tahun

pelajaran 2018/2019 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan

kurikulum 2013.

2. Model pembelajaran yang diterapkan sebelum penelitian bukan model

(44)

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Hipotesis Umum

Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS berpengaruh terhadap kemampuan

komunikasi matematis siswa

b. Hipotesis Khusus

Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran

kooperatif TSTS lebih tinggi dibandingkan siwa yang mengikuti

pembelajaran konvensional

26

(45)

27

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 20 Bandar Lampung yang terletak di

jalan RA Basyid, Labuhan Dalam, Tj. Senang, Kota Bandar Lampung pada

semester genap tahun pelajaran 2018/2019. Populasi yang diteliti adalah seluruh

siswa kelas VII SMP Negeri 20 Bandar Lampung sebanyak 302 siswa yang

terdistribusi dalam sepuluh kelas. Dari kesepuluh kelas tersebut diajar oleh dua

guru yang berbeda yaitu Nurlena, S.Pd yang mengajar kelas VII.A sampai VII.E,

dan Nurwana, S.Pd yang mengajar kelas VII.F sampai VII.J.

Pengambilan sampel ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sudjana,

2005: 168). Pertimbangan yang diambil pada penelitian ini yaitu kelas yang

digunakan sebagai sampel penelitian adalah kelas yang mendapat pembelajaran

matematika dari guru yang sama, sehingga sebelumnya mendapatkan perlakuan

yang sama dan memiliki pengalaman belajar yang relatif sama, sehingga

terpilihlah dua kelas yang diasuh oleh ibu Nurwana yaitu kelas VII.J yang

berjumlah 32 siswa sebagai kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran

Two Stay Two Stray dan VII.I yang berjumlah 32 siswa sebagai kelas kontrol

(46)

28

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian semu (quasi exsperiment). Desain penelitian

ini akan menggunakan desain penelitian pretest-posttest control group design di

[image:46.595.112.516.263.314.2]

modifikasi dari Furchan (2010 : 356) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Pretest Posttest Control Group Design

Kelompok Pretest Perlakuan Postest

A Y1 X Y2

B Y1 K Y2

Keterangan :

A :kelas eksperimen

B :kelas kontrol

X :perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS

K :perlakuan pada kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional

Y1 :tes awal (pretest) sebelum diberikan perlakuan

Y2 :tes akhir (posttest) setelah diberikan perlakuan

C. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini berupa data kemampuan komunikasi matematis siswa

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data kemampuan komunikasi matematis

siswa merupkan data kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik tes. Teknik tes ini akan digunakan untuk

mengumpulkan data kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pretest

(awal pembelajaran) dan posttest (akhir pembelajaran)yang akan diberikan kepada

(47)

29

D. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap-tahap persiapan penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran matematika di

SMP Negeri 20 Bandar Lampung

b. Pemilihan populasi penelitian yang dapat mewakili kondisi kemampuan

komunikasi matematis siswa SMP Negeri 20 Bandar Lampung, yaitu

seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 20 Bandar Lampung tahun pelajaran

2018/2019.

c. Menyusun proposal penelitian.

d. Membuat perangkat pembelajaran untuk kelas eksperimen dan kelas

kontrol

e. Membuat instrumen yang akan digunakan dalam penelitian.

f. Mengonsultasikan perangkat pembelajaran dan instrumen dengan dosen

pembimbing.

g. Melakukan ujicoba instrumen penelitian.

h. Merevisi instrumen penelitian jika diperlukan.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Melaksanakan pretest pada kelas kontrol dan eksperimen.

b. Memberikan perlakuan pada kelas kontrol dan eksperimen. Untuk kelas

eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

Sedangkan, untuk kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.

c. Mengadakan posttest pada kelas kontrol dan eksperimen.

3. Tahap Analisis Data

(48)

30

b. Menganalisis data hasil penelitian.

c. Menyusun hasil penelitian.

d. Menyimpulkan hasil penelitian.

E. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Dalam penelitian ini digunakan satu jenis instrumen penelitian, yaitu tes.

Instrumen tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis

siswa. Intrumen tes diberikan kepada tiap siswa untuk diukur kemampuan

komunikasi matematisnya. Pemberian tes ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu

saat prestest dan posttest masing-masing kepada kelas kontrol dan eksperimen.

Suatu data dapat dikatakan akurat apabila memenuhi kriteria tes yang baik, yaitu

memenuhi kriteria validitas dan reabilitas. Hal ini sejalan dengan Matondang

(2009:1) bahwa tes dapat dikatakan baik jika memenuhi syarat validitas,

reabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Pedoman penskoran kemampuan

komunikasi matematis siswa dapat dilihat pada lampiran B.4 halaman 143.

a. Validitas tes

Validitas tes dalam penelitian ini didasarkan pada validitas isi. Untuk memeriksa

validitas isi, instrumen tes dinilai oleh guru mata pelajaran matematika kelas VII

SMP Negeri 20 Bandar Lampung dengan pertimbangan bahwa guru tersebut

mengetahui dengan benar kurikulum SMP. Suatu tes dikatakan valid apabila

butir-butir tes sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang

akan diukur. Kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian

bahasa yang digunakan sesuai dengan kemampuan bahasa yang dimiliki oleh

(49)

31

checklist (√). Setelah dilakukan penilaian terhadap tes, diperoleh hasil yang

menunjukkan bahwa tes yang digunakan telah dinyatakan valid. Hasil penilaian

oleh guru mitra dapat dillihat pada Lampiran B.2 halaman 140. Selanjutnya soal

diujicobakan pada kelas

di luar sampel yaitu kelas IX_c dengan pertimbangan kelas tersebut telah

menempuh materi yang diujicobakan. Data yang diperoleh kemudian diolah

dengan bantuan Software Microsoft Excel 2007 untuk mengetahui reliabilitas,

daya pembeda dan tingkat kesukaran butir soal.

b. Reliabilitas Tes

Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tipe uraian.

Reliabilitas sebuah tes digunakan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen ini

dapat dipercaya dalam sebuah penelitian. Semakin reliabel suatu tes maka

semakin yakin bahwa hasil tes tersebut akan sama jika soal akan diujikan kembali.

Menurut Sudijono (2009: 208) untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) soal tipe

uraian digunakan rumus Alpha yang dirumuskan sebagai berikut:

= ( − 1) 1 −∑

Keterangan:

= reliabilitas yang dicari = banyaknya butir soal

∑ = jumlah varians skor tiap-tiap soal = varians total

Koefisien reliabilitas dalam penelitian ini diinterpretasikan berdasarkan pendapat

(50)
[image:50.595.112.509.141.188.2]

32

Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas

Koefisien relibilitas (r11) Kriteria

r11 ≥ 0,70 Reliabel

r11< 0,70 Tidak Reliabel

Setelah dilakukan perhitungan reliabilitas instrumen tes kemampuan komunikasi

matematis siswa diperoleh koefisien reliabilitas yaitu 0,71. Dengan demikian

reliabilitas instrumen tes mempunyai kriteria reliabel. Hasil perhitungan dapat

dilihat pada Lampiran C.1 halaman 149.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda sebuah soal adalah sebuah hal yang dapat membedakan

kemampuan menguasai materi antara siswa satu dengan siswa yang lain. Hal ini

sesuai dengan Arifin (2012: 145) daya pembeda adalah kemampuan soal untuk

membedakan antara siswa yang memahami materi dengan siswa yang kurang

memahami materi. Untuk menghitung indeks daya pembeda butir soal, terlebih

dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi ke siswa yang

memiliki nilai terendah. Kemudian diambil 50% siswa yang memperoleh nilai

tertinggi (kelompok atas) dan 50% siswa yang memperoleh nilai tertinggi

(kelompok bawah). Menurut Arifin (2012: 146) untuk menghitung daya pembeda

dapat digunakan rumus yaitu:

= ̅ − ̅ !

Keterangan:

DP = daya pembeda

(51)

33

" = rata-rata nilai kelompok bawah

# ! = skor maksimum

Kriteria tolak ukur untuk daya pembeda butir soal yang digunakan menurut Arifin

[image:51.595.112.514.210.283.2]

(2012: 146) ditunjukan pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Koefisien Daya Pembeda Interpretasi

0,40 < DP < 1,00 Sangat Baik

0,30< DP ≤ 0,39 Baik

0,20< DP 0,29 Cukup

0,19< DP 0,00 Buruk

Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan daya pembeda untuk soal nomor satu

sampai tiga termasuk dalam interpretasi baik dan untuk soal nomor empat dan

lima termasuk dalam interpretasi sangat baik. Hal ini sesuai dengan ketentuan

bahwa soal akan digunakan apabila terinterpretasi baik dan sangat baik. Hasil

perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2 halaman 150.

d. Tingkat Kesukaran

Uji tingkat kesukaran digunakan dalam menentukan tingkat kesukaran suatu butir

soal. Menurut Sudijono (2011: 372) untuk menghitung tingkat kesukaran suatu

butir soal digunakan rumus berikut:

& =')(

(

Keterangan:

TK = tingkat kesukaran suatu butir soal

'( = jumlah skor yang diperoleh pada satu butir soal

)( = jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada satu butir soal;

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal akan digunakan kriteria

(52)
[image:52.595.115.512.128.187.2]

34

Tabel 3.4 Interprestasi Nilai Tingkat Kesukaran

Koefisien Tingkat Kesukaran Interpretasi

0,00 ≤ & < 0,30 Sukar

0,30 ≤ & < 0,70 Sedang

0,70 ≤ & < 1,00 Mudah

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran untuk setiap nomor, diperoleh

bahwa tingkat kesukaran untuk soal nomor satu dan tiga tergolong mudah

sedangkan untuk nomor dua, empat dan lima memiliki tingkat kesukaran dengan

kategori sedang. Hal ini sesuai dengan kriteria minimal yang digunakan yaitu

sedang dan mudah. Hasil perhitungan tingkat kesukaran dapat dilihat pada

Lampiran C.2 halaman 150.

Setelah dilakukan analisis validitas isi, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat

kesukaran pada soal tes kemampuan komunikasi matematis siswa didapatkan

bahwa instrumen tes ini telah memenuhi kriteria valid, reliabel, serta setiap butir

soal sudah memenuhi daya pembeda dan tingkat kesukaran yang telah ditentukan,

sehingga soal layak untuk digunakan.

F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Suatu analisis data bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis. Pada penelitian

ini, data yang diperoleh adalah data setelah model pembelajaran TSTS diterapkan

di kelas eksperimen dan setelah pembelajaran konvensional di kelas kontrol yakni

data berupa kemampuan komunikasi matematis siswa yang tercermin pada skor

pretest-posttest. Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik.

(53)

35

dan uji homogenitas. Menurut Hake (1998) besarnya peningkatan dapat dihitung

dengan rumus gain ternormalisasi sebagai berikut:

- =# 2#3# . !!2450 !1 0 − . 0/0!/ !1 0. !//0!/ !1 0 − . 0/0!/ !1 0

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan

[image:53.595.113.514.306.368.2]

klasifikasi dari Hake (1998) seperti terdapat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Kriteria Indeks Gain

Indeks Gain (g) Kriteria

0,7 ≤g Tinggi

0,3 ≤g< 0,7 Sedang

g< 0,3 Rendah

Hasil perhitungan gain skor kemampuan komunikasi matematis siswa dapat

dilihat pada Lampiran C.3 halaman 151 dan Lampiran C.4 halaman 153. Sebelum

melakukan uji hipotesis, akan dilakukan uji prasyarat terhadap kemampuan

komunikasi matematis awal siswa dan data gain kemampuan komunikasi

matematis siswa, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Hal ini dilakukan

untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan untuk menguji hipotesis.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas suatu data bertujuan untuk mengetahui apakah data kemampuan

komunikasi matematis siswa berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.

Pada penelitian ini, data pretest kemampuan komunikasi matematis siswa, data

posttest kemampuan komunikasi matematis siswa dan data gain kemampuan

komunikasi matematis siswa diuji menggunakan uji Chi-Kuadrat dengan 6 =

Figure

Tabel 3.1 Pretest Posttest Control Group Design
Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Tabel 3.4 Interprestasi Nilai Tingkat Kesukaran
+6

References

Related documents

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Konservatisme, Likuiditas dan Investment Opportunity Set terhadap Kualitas Laba pada Perusahaan Manufaktur

(2001) cointegration technique and Granger causality tests to investigate the long-run and causal relationship between real GDP and electricity consumption for an

Capital Markets Union Package (CMU) Pan European Framework for Covered Bonds (CMU Package) (tbc) European System of Financial Supervision (ESFS) Funding and Governance Review

This difference arises from the cyclical fluctuations in the security prices: the two columns to the right of the average consumption stream show the average prices (the equity

For dynamic stresses (short term stresses due to pile installation) the working stress for small clear wood bending strength is three times the static working stress for small

The following chart shows two party preferred voting indications since February 2018 published by the Australian newspaper.. December 2020 Quarter

The Junior Estate Builder plan offers term-life insurance for children; then at age 25, converts to a whole-life insurance policy.. Two plans are offered: $15,000 of

Bank account choices are an important reflection of gender egalitarianism in financial arrangements within couples, with distinctions drawn between ‘collectivized’ arrangements