PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY
TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 20 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2018/2019)
(Skripsi)
Oleh
INA ROHMAWATI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY
TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 20 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2018/2019)
Oleh
INA ROHMAWATI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe two stay two stray terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 20
bandarlampung tahun pelajaran 2018/2019 yang terdistribusi dalam sepuluh kelas,
dengan sampel adalah siswa kelas VII.I dan VII.J yang diambil dengan teknik
purposive sampling. Desain yang digunakan adalah the randomized pretest posttest control group design. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes. Analisis uji hipotesis menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa pada pembelajaran two stay two stray lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional. Kesimpulan pada penelitian ini adalah
model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY
TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 20 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2018/2019)
Oleh
INA ROHMAWATI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Sidorejo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten
Lampung Timur, Provinsi Lampung, pada tanggal 27 september 1997. Penulis
adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Marjuki dan Ibu
Ngadiyem. Penulis memiliki satu kakak perempuan yang bernama Choirunisa
serta dua adik perempuan yang bernama Zulfa Ngindana dan Aulia Agista dan
satu adik laki-laki yang bernama Royhan Aziz.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Sidorejo pada tahun
2009, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Sekampung Udik,
Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung
pada tahun 2012, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bandar
Sribawono pada tahun 2015. Melalui jalur SBMPTN pada tahun 2015, penulis
diterima di Universitas Lampung sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Way Jaha, Kecamatan
Pugung, Kabupaten Tanggamus. Selain itu, penulis melaksanakan Program
Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK N 1 Pugung, Kecamatan Pugung,
Kabupaten Tanggamus yang terintegrasi dengan program KKN tersebut
`ÉààÉ
“Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin
kalau kita telah berhasil melakukannya”
i
Persembahan
Alhamdulillahirobbil‘alaamiin.
Segala puji bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurna Sholawat serta salam selalu tercurah kepada
Rasululloh Muhammad SAW
Dengan kerendahan hati, rasa syukur, dan hormat, ku persembahkan karya ini sebagai tanda cinta dan
sayangku kepada:
Ayahku tercinta (Marjuki) dan Ibuku tercinta (Ngadiyem), yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh
kasih sayang, semangat, doa, serta pengorbanan untuk kebahagian dan kesuksesan putrimu ini.
Semoga karya ini bisa menjadi salah satu sekian alasan untuk membuat Ayah dan Ibu tersenyum.
Serta seluruh keluarga besar yang terus memberikan dukungan dan do’anya kepadaku, terimakasih.
Para pendidik yang telah mengajar dan mendidik dengan penuh kesabaran.
Semua sahabat yang begitu tulus menyanyangiku saat bahagia maupun sedihku dari kalian aku belajar
memahami arti kebersamaan.
ii
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi pada
Siswa Kelas VII SMP Negeri 20 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2018/2019)”. Sholawat serta salam tak lupa juga selalu tercurah atas manusia yang akhlaknya paling mulia, yang telah membawa perubahan luar biasa, menjadi uswatun hasanah di muka bumi ini, yaitu Muhammad Rasulullah SAW.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada:
1. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer,M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I, sekaligus Ketua Program Studi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi, semangat, serta kritik dan saran yang membangun kepada penulis sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.
iii
semangat, serta kritik dan saran yang membangun kepada penulis selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.
3. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun kepada penulis sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.
4. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku dekan FKIP Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah memberikan kemudahaan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 7. Ibu Nurwana,S.Pd selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam
penelitian.
8. Ibu Dra. Hj. Listadora, M.Pd, selaku kepala SMA Negeri 14 Bandarlampung beserta guru-guru, staf, dan karyawan yang telah memberi kemudahan selama penelitian.
9. Siswa/siswi kelas VII SMP Negeri 20 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2018/2019, khususnya siswa kelas VII.I dan VII.J yang telah bekerja sama dan memberikan pengalaman berharga selama penelitian.
10. Bapak Ahmad Nurdin,S.Pd Kepala SMP Tri Sukses yang telah memberikan kemudahan ijin untuk keperluan mengerjakan skripsi.
iv
12. Sahabat-sahabat tercintaku Yeni Sugiarti dan Tri Puji Asih yang selama menyusun skripsi ini kalian sudah menjadi teman begadangku, teman curhatku, dan selalu ada saat aku suka maupun duka
13. Sahabat seperjuanganku “Empat Srikandi” Destia Ariza Putri, Novita Putri W.S., dan Bunga Anggraini yang selalu memberikan semangat dan selalu menemani saat suka dan duka.
14. Keluarga KKN kelompok Way Jaha: Mak Suci, Ratih, Della, Tika, Nuri (Alm), Ulfa, Ayu, Dayat, dan Deni.
15. Teman-teman seperjuangan, seluruh angkatan 2015 Pendidikan Matematika terima kasih atas kebersamaannya selama ini dalam menuntut ilmu dan semua bantuan yang telah diberikan. Semoga kebersamaan kita selalu menjadi kenangan yang terindah.
16. Kakak-kakak tingkatku angkatan 2011, 2012, 2013, 2014 serta adik-adikku angkatan 2016, 2017 terima kasih atas kebersamaanya.
17. Almamater Universitas Lampung yang telah mendewasakanku.
18. Pak Mariman dan Pak Liyanto, terima kasih atas bantuannya selama ini. 19. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga dengan kebaikan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan pahala dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin Ya Robbal ‘Aalamiin.
Ina Rohmawati
v DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 9
C.Tujuan Penelitian ... 9
D.Manfaat Penelitian ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Kajian Teori ... 10
B. Kerangka Pikir ... 22
C. Anggapan Dasar ... 25
III. METODE PENELITIAN ... 27
... 27
B. Desain Penelitian ... 28
C. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 28
D. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian... 29
E. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 30 D. Hipotesis Penelitian ... 26
vi
F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 34
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Hasil Penelitian ... 41
B. Pembahasan V. SIMPULAN DAN SARAN ... 53
A. Simpulan ... 53
B. Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 55
LAMPIRAN ... 59
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS... 16
3.1 Pretest Posttest Control Group Design ... 28
3.2 Kriteria Reliabilitas ... 32
3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 33
3.4 Interpretsi Nilai Tingkat Kesukaran ... 34
3.5 Kriteria Indeks Gain ... 35
3.6 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Awal Siswa ... 36
3.7 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Akhir Siswa... 37
3.8 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 38
3.9 Hasil Uji Homogenitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 39
4.1 Data Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Awal Siswa ... 41
4.2 Data Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Akhir Siswa ... 42
4.3 Rekapitulasi Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 43
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. PERANGKAT PEMBELAJARAN
A.1 Silabus Pembelajaran Two Stay Two Stray ... 60
A.2 Silabus Pembelajaran Konvensional ... 64
68
A.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Konvensional ... 88
A.5 Lembar Kerja Peserta Didik 1 ... 108
B. INSTRUMEN TES
B.1 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 137
B.2 Form Penilaian Validitas Isi ...
B.3 Soal Pretest-Postest
C. ANALISIS DATA
149
150
... 140
... 142
B.4 Pedoman Penskoran Soal Tes Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa ... 143
B.5 Pedoman Jawab Soal Tes Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa ... 144
C.1 Analisis Reliabilitas Hasil Tes Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Kelas Uji Coba ... A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) TSTS ...
C.2.1 Analisis Daya Pembeda Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Uji Coba ...
C.2.2 Analisis Tingkat Kesukaran Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Uji Coba ... 150
C.3.1 Perhitungan Gain Skor Kemampuan Komunikasi
C.3.2 Rekapitulasi Interpretasi Indeks Gain Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran TSTS... 152
C.4.2 Rekapitulasi Interpretasi Indeks Gain Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran
Konvensional ... 154
C.6 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Awal Siswa Yang Mengikuti
Model Pembelajaran Konvensional ... 158
C.7 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis
Akhir Siswa Yang Mengikuti Model Pembelajaran TSTS ... 161
C.8 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Akhir Siswa Yang Mengikuti
Pembelajaran Konvensional ... 164
C.10 Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Yang Mengikuti
173
C.12 Uji Hipotesis Data Gain Skor Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa ... 175
178
C.13.3 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Awal Siswa Yang Mengikuti
Pembelajaran TSTS ... 182
C.13.4 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Awal Siswa Yang Mengikuti
Pembelajaran Konvensional ...182 C.4.1 Perhitungan Gain Skor Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran Konvensional ... 153
C.13.2 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Awal Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran Konvensional ... 180 Pembelajaran Konvensional ... 170
C.11 Uji Homogenitas Data Gain Skor Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa ... C.5 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Awal
Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran TSTS ...... 155
C.9 Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran TSTS ... 167
x D. LAIN-LAIN
D.1 Surat Keterangan Penelitian
183
... 188
C.14.4 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Akhir Siswa Yang Mengikuti
Pembelajaran Konvensional ...187 C.14.3 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi
Matematis Akhir Siswa Yang Mengikuti
Pembelajaran TSTS ... 187 C.14.2 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Akhir Siswa Yang Mengikuti Pembelajaran Konvensional ... 185 C.14.1 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam mempersiapkan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, dan mampu berkompetensi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena itu pendidikan harus
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah membuat aturan tentang
hak dan kewajiban warganya memperoleh pendidikan. Hal tersebut diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa setiap warga
berhak memperoleh pendidikan dan wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan
nasional.
Sistem pendidikan Indonesia selalu mengalami perubahan, mulai dari kurikulum
hingga standar nilai kelulusan yang digunakan. Pemerintah membuat standar nilai
kelulusan yang selalu meningkat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Demikian juga dengan kurikulum 2013 yang baru diterapkan.
Diterapkannya kurikulum 2013, diharapkan mampu meningkatkan kompetensi
masa depan siswa seperti kemampuan berkomunikasi, berakhlak, berpikir kritis
2
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 1 dinyatakan sebagai berikut.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Adapun UU No.20 tahun 2003 Pasal 3 menyatakan sebagai berikut.
Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mandiri dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa
Dalam mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, terdapat beberapa mata
pelajaran pendukung yang harus diajarkan di sekolah, salah satunya yaitu
pelajaran matematika. Matematika adalah ilmu tentang logika yang mengenai
bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan dengan yang lainnya
dengan jumlah banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis
dan geometri.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 tentang kurikulum 2013
Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki kemampuan
berpikir dan bernalar dalam pemecahan masalah, mengkomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain secara efektif untuk memperjelas
keadaan atau masalah, serta memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai matematika dan pembelajarannya. Untuk mencapai tujuan mata pelajaran
3
siswa yaitu kemampuan komunikasi matematis. Kemampuan komunikasi
matematis siswa tersebut harus dimiliki siswa dengan baik, sehingga siswa lebih
mudah dalam mengerjakan matematika.
Hasil Ujian Nasional (UN) tingkat SMP dan sederajad di Indonesia,
(Kemendikbud, 2018) untuk pelajaran matematika selalu rendah tiap tahunnya.
Terlihat ditahun 2016 nilai rata-rata hasil ujian nasional matematika ada diangka
61,33 dan turun menjadi 52,69 ditahun 2017. Tahun 2018 hasil ujian nasional
matematika lebih rendah, yaitu nilai rata-rata nasionalnya 31,38. Hasil tersebut
menunjukkan kurang berhasilnya pembelajaran matematika didalam kelas, karena
banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep,
berkomunikasi secara matematik dan mengerjakan soal-soal matematika saat
proses kegiatan pembelajaran berlangsung.
Alper dan Enver (2011: 461) mengemukakan bahwa matematika menjadi mimpi
buruk bagi banyak siswa dan menjadi pelajaran yang dianggap sulit dipelajari oleh
siswa, sehingga hasil yang diperoleh sangat rendah, ini menunjukkan kurang
berhasilnya pembelajaran matematika di kelas. Kurang berhasilnya pembelajaran
matematika, mencerminkan kekurang mampuan siswa terhadap pemahaman
matematika. Sering kali nampak, siswa mampu dan terampil menggunakan suatu
algoritma/rumus namun terkadang kesulitan menyelesaikan suatu permasalahan
matematika yang nyata berkaitan dengan algoritma/rumus matematika tersebut.
Tampak bahwa transfer belajar yang terjadi pada siswa tidak hanya terletak pada
penguasaan materi tetapi juga pada kemampuan melakukan elaborasi
4
memecahkan masalah-masalah matematika atau permasalahan sehari-hari. Salah
satu faktor yang mempengaruhi kurang berhasilnya pembelajaran dikelas, diduga
karena rendahnya kemampauan komunikasi yang dimiliki oleh siswa.
TIMSS (Trend In Methematics and Science Study) dan PISA (Programme for
International Student Assessment) adalah organisasi yang bergerak di bidang
penilaian dan pengukuran pendidikan, salah satunya yaitu mengukur kemampuan
matematis anak. TIMSS yang dilaksanakan oleh IEA setiap 4 (empat) tahun sekali
dan PISA yang dilaksanakan oleh OECD setiap 3 (tiga) tahun sekali. Berdasarkan
hasil survei international TIMSS pada tahun 2011 Indonesia berada di urutan
ke-38 dengan skor ke-386 dari 42 negara yang diuji, dengan standar rata-rata pencapaian
prestasi yang digunakan TIMSS yaitu 500, skor ini turun 11 poin dari penilaian
tahun 2007 ( Mullis dkk, 2012: 338).
Sedangkan hasil survei TIMSS 2015, Indonesia menempati posisi 45 dari 50
negara dengan Skor 397 yang menunjukkan Indonesia berada pada peringkat ke-5
terbawah. Pada survei TIMSS tersebut, siswa Indonesia dapat menjawab soal-soal
rutin dan bersifat sederhana dengan presentase yang menjawab benar diatas 80%,
sedangkan pada soal-soal yang memerlukan kemampuan menelaah,
berargumentasi, menarik simpulan, serta menyelesaikan soal berupa gambar hanya
dapat dijawab dengan presentase yang menjawab benar dibawah 11%
(Rahmawati, 2016: 3).
Selanjutnya berdasarkan survei dari PISA pada tahun 2013 Indonesian berada
5
PISA tahun 2015 pada tes kompetensi matematika, Indonesia menduduki
peringkat ke-62 dari 70 negara dengan skor rata-rata 386. Meski peningkatan
capaian Indonesia pada tahun 2015 cukup memberikan optimisme karena berhasil
naik 6 peringkat dan memiliki selisih 11 poin lebih tinggi dari posisi sebelumnya
yakni peringkat 2 terbawah pada tahun 2013, namun peningkatan capaian tersebut
masih di bawah rata-rata nilai kompetensi matematika negara OECD
(Organisation for Economic Cooperation and Development) yaitu 490. Adapun
kemampuan matematika yang diujikan dalam PISA tersebut fokus kepada
kemampuan siswa dalam menganalisa, memberikan alasan, menyampaikan ide
secara efektif, merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasi masalah-masalah
matematika dalam berbagai bentuk dan situasi (Setiawan, 2014: 1).
Kemampuan-kemampuan yang diujikan TIMSS dan PISA tersebut erat kaitannya
dengan indikator-indikator kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kemampuan tersebut meliputi kemampuan untuk berargumentasi dan menarik
simpulan yang termasuk dalam indikator kemampuan komunikasi matematis
bagian written tekts (menulis), menyelesaikan soal berupa gambar dan
menginterpretasikan permasalahan dalam berbagai situasi termasuk dalam
indikator kemampuan komunikasi matematis bagian drawing (menggambar).
Dengan demikian berdasarkan hasil survei, menunjukkan kemampuan komunikasi
matematis siswa di Indonesia masih tergolong rendah.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis tentunya disebabkan oleh banyak
faktor. Salah satu faktor penyebabnya yaitu pada umumnya siswa Indonesia
6
TIMSS dan PISA yang subtansinya konsektual, menuntut penalaran argumentasi
dan kreativitas dalam menyelesaikannya (Wardani dan Rumiati, 2011: 1). Hal ini
menunjukkan pada umumnya siswa Indonesia mengalami kesulitan dalam
menghadapi soal-soal yang mencapai tahap argumentasi, maka dapat dikatakan
bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa di Indonesia masih rendah.
SMP Negeri 20 Bandarlampung merupakan salah satu sekolah yang memiliki
karakteristik seperti sekolah di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara dengan guru bidang studi matematika di SMP Negeri 20
Bandarlampung tahun ajaran 2018/2019 yang dilakukan pada saat penelitian
pendahuluan, diketahui bahwa guru sudah mencoba menggunakan pendekatan
saintifict (scientifict approach) namun siswa masih kurang aktif dan terbilang
pasif, sehingga lebih sering menunggu informasi/materi dari guru. Akibatnya
pembelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada guru.
Hal ini dilihat dari kegiatan inti pembelajaran di kelas, guru memulai
pembelajaran dengan memberikan informasi/penjelasan materi pelajaran serta
contoh-contoh soal, sedangkan peserta didik mencatat materi tersebut. Guru
memberikan sesi tanya jawab untuk siswa bertanya jika ada penjelasan guru yang
belum dipahami oleh peserta didik. Namun demikian, banyak peserta didik yang
tidak bertanya bahkan terkadang sama sekali tidak bertanya. Dengan kata lain, sesi
tanya jawab tidak berjalan secara optimal, hal ini membuat kemampuan
komunikasi matematis siswa kurang berkembang dengan baik.
Kenyataan ini menuntut penyelesaian yang menjadi tugas besar bagi seorang guru
7
terjadi peningkatan dalam hasil belajar siswa. Salah satu alternatif yang dapat
ditempuh untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah
melalui kreativitas yang dimiliki guru dalam memilih metode mengajar. Melalui
kreativitas yang dimiliki oleh para guru, dan dengan keinginan untuk selalu
mencari metode yang tepat agar selalu menarik minat dan motivasi siswa belajar,
maka tujuan yang diharapkan akan tercapai. Upaya untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilakukan dengan memberi
kesempatan siswa untuk berdiskusi dan saling berkomunikasi dengan siswa lain.
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang
dapat dijadikan alternatif untuk memengaruhi kemampuan komunikasi matematis
siswa. Dengan model pembelajaran kooperatif, siswa diharapkan dapat aktif
berfikir, bekerja secara kelompok, dan saling mendukung agar setiap anggota
kelompok dapat menyelesaikan masalah. Model pembelajaran kooperatif memiliki
beberapa variasi, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray (TSTS).
Pembelajaran TSTS dipilih karena, dapat digunakan untuk semua mata pelajaran
dan semua tingkat anak didik. Teknik TSTS membentuk kelompok kecil dan
terdapat ciri khas dalam pembentukan kelompoknya yaitu anggota
kelompok-kelompoknya bersifat heterogen. Guru membuat kelompok yang heterogen
dengan alasan memberikan kesempatan siswa untuk saling mengajar dan saling
mendukung serta memudahkan pengelolaan kelas karena masing-masing
kelompok memiliki siswa yang berkemampuan tinggi, yang dapat membantu
8
Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk
aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga
menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu alasan menggunkan
TSTS karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota
kelompoknya. Siswa dapat bekerjasama dengan temannya dan dapat mengatasi
kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.
Menurut Huda (2011: 141) Pembelajaran kooperatif TSTS adalah pembelajaran
yang didalam prosesnya membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil yang
beranggotakan empat orang untuk melakukan diskusi. Salah satu tahap
pembelajaran TSTS yaitu tahap dimana setelah diskusi, dimana dua orang yang
bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu ke kelompok lain. Pada saat bertamu
mereka mendapatkan informasi baru dari kelompok lain. Dua orang yang tinggal
dalam kelompok bertugas men-sharing informasi dari hasil kerja mereka ke tamu
mereka. Pada tahap ini akan terjadi komunikasi yang baik tiap anggota kelompok.
Jadi secara tidak langsung siswa telah menggunakan kemampuan komunikasi
matematisnya melalui ide-ide dan bahasa matematika.
Berdasarkan pemaparan tersebut, diduga model pembelajaran TSTS memiliki
pengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Sehingga perlu
diadakan penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray (TSTS) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. (studi
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) berpengaruh terhadap kemampuan
komunikasi matematis siswa?”
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray (TSTS) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan
terhadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait dengan
kemampuan komunikasi matematis siswa dan model Two Stay Two Stray
(TSTS).
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi guru dalam memilih model pembelajaran yang dapat
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
2.1 Kemampuan Komunikasi Matematis
Dalam kehidupan, komunikasi menjadi sebuah aktivitas yang dilakukan setiap hari
bahkan setiap jam, menit maupun detik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang
dimaksud dapat dipahami penerima pesan. Sehingga komunikasi haruslah berisi
informasi yang jelas dan dapat diterima oleh orang lain. Menurut Sanjaya (2012:
81) komunikasi juga merupakan suatu proses penyampaian pesan dari sumber
(pembawa pesan) ke penerima pesan dengan maksud untuk memengaruhi
penerima pesan. Komunikasi dapat secara langsung (lisan) dan tak langsung
melalui media atau tulisan. Dengan demikian komunikasi tidak mungkin
kebetulan terjadi tanpa dirancang dan ada tujuan yang akan dicapai.
Proses komunikasi pembelajaran akan berjalan efektif apabila dalam
menyampaikan informasi tidak adanya gangguan yang mempengaruhi kelancaran
dalam melakukan komunikasi sehingga informasi yang didapat dapat dipahami
dengan jelas. Begitu pula proses komunikasi di dalam kelas yaitu ketika guru
11
seperti gaduh di dalam kelas sehingga mengganggu proses kelancaran komunikasi
akibatnya informasi atau ilmu yang diterima oleh murid tidak dapat diterima
dengan baik dan pembelajaran di kelaspun menjadi tidak efektif. Sanjaya (2012:
83) menyatakan bahwa komponen komunikasi terdiri atas: (1) siapa komunikator/
pengirim pesan; (2) pesan apa yang disampaikan; (3) melalui apa pesan itu
disampaikan/ media; (4) siapa yang menerima pesan; (5) apa dampak/ hasil
komunikasi.
Salah satu kemampuan yang diukur dalam pembelajaran matematika adalah
kemampuan komunikasi matematis siswa. Mahmudi (2006: 4) menyatakan bahwa
proses komunikasi dapat membantu siswa membangun pemahaman terhadap
ide-ide matematika dan membuatnya mudah dipahami. Ketika siswa ditantang untuk
berpikir tentang matematika dan mengomunikasikannya kepada siswa lain secara
lisan maupun secara tertulis, secara tidak langsung mereka dituntut untuk
membuat ide matematika itu lebih terstruktur dan meyakinkan, sehingga
ide-ide itu menjadi lebih mudah dipahami. Dengan demikian, siswa harus memiliki
kemampuan komunikasi yang baik agar tujuan pembelajaran matematika dapat
tercapai.
Menurut Sumarmo (2012 : 15) komunikasi matematis meliputi kemampuan siswa
dalam : (1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide ma-
tematika, (2) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan dan
tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar, (3) Menyatakan peristiwa
seharihari dalam bahasa atau simbol matematika; (4) Mendengarkan, berdiskusi,
12
presentasi matematika tertulis, (6) Membuat konjengtur, menyusun argumen,
merumuskan definisi dan generalisasi dan (7) Menjelaskan dan membuat
pertanyaan tentang matematika yang dipelajari.
Indikator komunikasi matematis menurut National Council of Teacher of
Mathematics (Puspaningtyas, 2012: 13) antara lain : (1) Kemampuan
mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan
memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara
lisan, tulisan maupun dalam bentuk visual lainya; (3) Kemampuan dalam
menggunakan notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk
menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model
situasi. Ansari (Puspaningtiyas, 2012: 14-15) menyatakan bahwa kemampuan
komunikasi matematis siswa terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu : (1)
Menggambar/drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan
diagram kedalam ide-ide matematika. (2) Ekspresi matematika/mathematical
expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan
peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. (3) Menulis/written
texts, yaitu memberikan jawaban persoalan matematika dengan bahsasa sendiri.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan, kemampuan komunikasi
matematis siswa merupakan kemampuan siswa dalam mengekspresikan
gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang
mereka pelajari dengan indikator sebagai berikut: (a) menggambarkan situasi
13
matematika, (b) menjelaskan ide dan situasi matematika secara tulisan (c)
menuliskan komunikasi matematika, (d) mengungkapkan kembali suatu uraian
matematika secara tulisan dan menggunakan bahasa matematika sendiri secara
tepat.
2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
Istilah kooperatif berasal dari kata cooperative yang berarti bekerja sama. Salah
satu aktivitas sosial yang membutuhkan kemampuan untuk bekerja sama dengan
baik ialah kerja kelompok. Eggen dan Kauchak (2012: 171) menyatakan bahwa
kerja kelompok adalah suatu strategi yang dirancang untuk meningkatkan
keterlibatan siswa dengan interaksi antar siswa. Dalam pembelajaran ini akan
tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang
dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.
Model pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk saling berkomunikasi aktif
dengan anggota kelompoknya dalam rangka menyelesaikan masalah matematika
yang diberikan gurunya. Dengan bekerja sama maka siswa akan mengembangkan
keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat
bagi kehidupannya. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Hartono (2013:
112) yang menyatakan pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk bersikap
partisipatif dalam menyelesaikan tugas Sikap partisipatif itu tak hanya untuk tugas
semata, tapi juga melatih siswa agar suatu saat kelak mampu berpartisiasi dalam
realitas kehidupan. Menurut Suherman, dkk (2003: 260) kooperatif mencakup
suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan
14
mencapai tujuan bersama. Slavin (2005: 4) berpendapat bahwa kooperatif merujuk
pada berbagai macam metode pengajaran dengan para siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam
mempelajari materi pelajaran.
Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) adalah bentuk pembelajaran yang dilakukan secara
berkelompok yang mencakup kelompok kecil dipilih secara heterogen dan
terciptanya sebuah interaksi yang baik didalam kelompok sehingga memperoleh
hasil belajar yang maksimal.
Pembelajaran kooperatif memiliki banyak metode dalam pelaksanaannya, salah
satunya adalah Two Stay Two Stray yang apabila diartikan ke dalam bahasa
indonesia berarti dua tinggal dua tamu. Huda (2011: 140), menjelaskan bahwa
model pembelajaran TSTS dikembangkan oleh’ Spencer Kagan pada tahun 1992
dan pembelajaran ini dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran serta tingkatan
umur.
Dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini siswa dapat belajar
dengan cara bekerja sama dengan teman dan memberikan pengalaman baru dalam
belajar. Nantinya teman yang lebih mampu menguasai materi dapat menolong
teman yang lemah dalam penguasaan materi. Pada saat anggota kelompok
bertamu ke kelompok lain akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat
saling melengkapi, terjadi proses tatap muka antar siswa dan terjadi komunikasi
baik dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai
15
Model pembelajaran TSTS mempunyai sintak pembelajaran. Menurut Huda
(2011: 141) terdapat enam langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray, yaitu: (1) siswa bekerja sama dengan kelompok berempat sebagaimana
biasa, (2) guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan
dikerjakan bersama, (3) setelah selesai, 2 anggota dari masing-masing kelompok
diminta meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok lain, sementara
kedua anggota yang tinggal menerima tamu dari kelompok lain, (4) dua orang
yang tinggal dalam kelompok bertugas men-sharing informasi dan hasil kerja
mereka ke tamu mereka, (5) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok yang
semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain, (6) Setiap
kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua.
Sejalan dengan pendapat diatas, Suprijono dalam Alvionita (2014)
mengemukakan bahwa pembelajaran dengan metode TSTS terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu:
1. Guru membagi siswa kedalam kelompok-kelompok secara heterogen.
2. Setelah kelompok terbentuk, guru memberikan tugas berupa permasalahan
permasalahan kepada setiap kelompok kemudian mereka mendiskusikannya.
3. Setelah diskusi kelompok selesai, dua orang masing-masing kelompok
berkunjung ke kelompok lain. Sedangkan, dua orang yang tinggal memiliki
tanggung jawab untuk menerima tamu dan membagikan hasil kerja
kelompoknya kepada yang berkunjung. Setelah selesai, dua tamu tersebut
kembali ke kelompoknya masing-masing untuk membahas dan mencocokkan
16
Selanjutnya menurut Aji (2011:13), penerapan pembelajaran kooperatif tipe TSTS
dapat digambarkan dalam bentuk skema pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS
Keterangan:
: Siswa yang bertamu kekelompok lain
: Siswa yang tinggal/tuan rumah dalam kelompok
Menurut Daryono dalam Alfionita (2014: 17) kelebihan dari model pembelajaran
TSTS, yaitu: (1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep
sendiri dengan cara memecahkan masalah, (2) memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menciptakan kreativitas dalam melakukan komunikasi dengan teman
sekelompoknya, (3) membiasakan siswa untuk bersikap terbuka terhadap teman,
menambah kekompakan serta rasa percaya diri siswa, (4) meningkatkan motivasi,
minat dan prestasi belajar siswa, (5) membantu guru dalam pencapaian
pembelajaran, karena langkah pembelajaran kooperatif mudah diterapkan di
sekolah.
KELOMPOK 1
KELOMPOK 2
KELOMPOK 3
KELOMPOK 4 O P
C
G H
K
A B
C D
E F
M N
I J
G H
O P
K L
17
Dalam pelaksanan pembelajaran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Menurut Daryono dalam Rezki (2014:16), hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan model pembelajaran TSTS, yaitu: (1) diperlukan waktu yang cukup
lama untuk melakukan diskusi, (2) siswa yang pandai, menguasai jalannya diskusi
sehingga siswa yang kurang pandai memiliki kesempatan yang sedikit untuk
mengeluarkan pendapatnya, (3) siswa yang tidak terbiasa belajar kelompok
merasa asing dan sulit untuk bekerja sama.
Berdasarkan pengertian dan penjelasan di atas, pengertian model pembelajaran
TSTS adalah model pembelajaran kooperatif yang setiap kelompok terdiri dari
empat orang dengan konsep dua tinggal dan dua berkunjung. Langkah-langkah
model pembelajaran TSTS meliputi pembagian kelompok secara heterogen yang
beranggotakan empat orang lalu guru membagikan tugas yang akan didiskusikan
kepada kelompok masing-masing. Setelah selesai berdiskusi, dua orang dari setiap
kelompok berkunjung ke kelompok lain untuk mendapatkan informasi dari
kelompok yang akan dikunjungi. Sedangkan dua orang tinggal bertanggung jawab
untuk membagikan hasil kerja kelompoknya kepada dua tamu yang berkunjung.
Apabila telah selesai, dua orang yang bertugas sebagai tamu kembali ke kelompok
masing-masing kemudian mereka membahas serta mencocokkan hasil kerja dan
18
2.3 Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang sering digunakan di
sekolah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensional memiliki arti
konvensi (kesepakatan) umum (seperti adat, kebiasaan, kelaziman) dan tradisional.
Menurut Djamarah (2008: 77), pembelajaran konvensional merupakan
pembelajaran yang menggunakan metode ceramah, sejak dulu pembelajaran ini
telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik
dalam proses belajar dan pembelajaran. Metode yang biasa digunakan dalam
pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Suyitno (2004:2),
metode ekspositori adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada
siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi
dan contoh soal disertai tanya jawab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran konvensional sebelum berlakunya kurikulum 2013 adalah
pembelajaran tradisional yang dalam pelaksanaannya guru lebih dominan dalam
penguasaan kelas.
Pembelajaran konvensional yang terjadi di sekolah saat ini mengacu pada
kurikulum 2013. Pembelajaran konvensional menurut kurikulum 2013 adalah
pembelajaran yang pelaksanaannya sesuai dengan buku guru dan dilakukan
dengan pendekatan saintific yang telah diterbitkan oleh Kemendikbud. Pendekatan
saintific adalah pendekatan yang mengadopsi langkah-langkah sains.
Langkah-langkah sains yang dilakukan adalah mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, mengasosiasi serta mengomunikasikan. Hal ini sesuai dengan UU No.
19
pengalaman belajar, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi serta mengomunikasikan.
1. Mengamati
Pada tahap ini, siswa mengamati dengan indra (membaca, mendengar,
menyimak, melihat, menonton dan lain-lain) dengan atau tanpa alat apa yang
disampaikan oleh guru. Hal ini dilakukan agar siswa memiliki kesungguhan
dalam mencari informasi.
2. Menanya
Pada tahap ini, guru memberi kesempatan kepada siswa bertanya mengenai
informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau bertanya mengenai
informasi tambahan mengenai apa yang diamati. Hal ini dilakukan agar siswa
mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, dan dapat merumuskan masalah.
3. Mengumpulkan informasi
Pada tahap ini, guru meminta siswa untuk bereksperimen, membaca sumber
lain, mengamati bahkan melakukan wawancara dengan narasumber. Hal ini
dilakukan agar siswa mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai
pendapat, dan berkomunikasi.
4. Mengasosiasi
Pada tahap ini, siswa melakukan mengolah informasi yang sudah didapat dari
hasil mengumpulkan informasi. Hal ini dilakukan agar siswa
mengembangkan sikap teliti, jujur, disiplin, taat aturan, kerja keras,
kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta
20
5. Mengomunikasikan
Pada tahap ini, siswa diminta untuk menyampaikan hasil pengamatan,
melakukan kesimpulan berdasarkan hasil analisis secra lisan, tertulis atau
media lainnya. Hal ini dilakukan agar siswa mengembangkan sikap jujur,
teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat
dengan singkat dan jelas serta mengembangkan kemampuan berbahasa yang
baik dan benar (Permendikbud, 2014).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional
saat ini tidak lagi pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru, akan tetapi
pembelajaran berbasis kurikulum 2013 yang dilakukan dengan pendekatan
saintific yang sesuai dengan buku guru yang diterbitkan oleh Kemendikbud.
2.4 Pengertian Pengaruh
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 849) pengaruh dapat diartikan
sebagai daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut
membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Sejalan dengan itu
Surakhmad (1982: 7) menyatakan bahwa pengaruh adalah kekuatan yang muncul,
yang dapat memberikan perubahan terhadap apa yang ada disekelilingnya.
Menurut Badudu dan Zain (Suryani, 2015), pengertian pengaruh antara lain : (1)
pengaruh adalah daya yang menyebabkan sesuatu terjadi, (2) sesuatu yang dapat
membentuk atau mengubah sesuatu yang lain, (3) tunduk atau mengikuti karena
21
pengaruh adalah daya yang timbul dari sesuatu, orang, benda yang ikut
membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang atau sebagainya.
Hafied (2002: 163) menyatakan bahwa pengaruh merupakan salah satu elemen
dalam komunikasi yang sangat penting untuk mengetahui berhasil tidaknya
komunikasi yang kita inginkan. Pengaruh dapat dikatakan mengena jika
perubahan (P) yang terjadi pada penerima sama dengan tujuan (T) yang diinginkan
oleh komunikator.
Pengaruh dapat terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku.
Pada tingkat pengetahuan pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan persepsi
dan perubahan pendapat. Adapun yang dimaksud dengan perubahan sikap ialah
adanya perubahan internal pada diri seseorang yang diorganisir dalam bentuk
prinsip, sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek baik yang
terdapat di dalam maupun diluar dirinya. Perubahan perilaku ialah perubahan yang
terjadi dalam bentuk tindakan. Antara perubahan sikap dan perilaku terdapat
hubungan yang erat, sebab perubahan perilaku biasanya didahului oleh perubahan
sikap. Tetapi dalam hal tertentu, bisa juga perubahan sikap didahului oleh
perubahan perilaku.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh
merupakan hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang memberikan
efek atau akibat bagi seseorang yang dapat merubah tingkah laku, dan
pengetahuan seseorang. Dalam hal ini pengaruh lebih condong kedalam sesuatu
22
kearah yang lebih positif sehingga akan membawa perubahan menjadi yang lebih
baik.
B. Kerangka Pikir
Penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran Two Stay Two Stray terhadap
kemampuan komunikasi matematis siswa terdiri dari satu variabel bebas dan satu
variabel terikat. Pada penelitian ini, variabel bebasnya adalah model
pembelajarannya yaitu model pembelajaran Two Stay Two Stray dan pembelajaran
konvensional sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi
matematis siswa.
Salah satu aspek yang menjadi penilaian tingkat keberhasilan suatu proses
pembelajaran yaitu kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh siswa sangat baik.
Kemampuan komunikasi merupakan kemampuan yang penting dalam
pembelajaran matematika. Tanpa adanya kemampuan tersebut siswa akan
mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dibutuhkankan
model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan
komunikasi matematisnya.
Model Pembelajaran tipe TSTS merupakan suatu model pembelajaran yang
membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat orang
yang kemudian akan berpencar menjadi dua bagian, dimana dua akan pergi ke
kelompok lain untuk bertamu dan dua yang tinggal akan menyajikan materi untuk
tamu yang bertamu di kelompok mereka. Pembelajaran tipe TSTS ini memberikan
kesempatan kepada tiap anggota dalam kelompok untuk aktif bekerjasama dalam
23
Pada awal proses model pembelajaran tipe TSTS dimulai dengan guru
memberikan pemanasan sebelum memasuki kegiatan inti yaitu berupa seruan
untuk senantiasa bersyukur dan mengakui kebesaran Tuhan yang telah
memberikan ilmu serta apersepsi dengan cara mengecek kompetensi siswa yang
telah dipelajari sebelumnya kemudian diberikan penghargaan (pujian) atas
pengetahuan yang siswa miliki saat itu
Tahap kedua adalah penyajian informasi oleh guru. Dalam tahap ini guru
menyajikan topik-topik penting tentang pokok bahasan yang akan dipelajari.
Dengan aktivitas tersebut siswa dituntut untuk bersikap aktif dalam merumuskan
masalah yang diberikan.
Tahap ketiga adalah tahap pertama dalam kegiatan inti yaitu mengorganisasikan
siswa kedalam kelompok belajar kecil. Pada tahap ini, guru meminta siswa
membentuk kelompok-kelompok heterogen dengan setiap kelompok
beranggotakan 4 orang siswa dan selanjutnya setiap kelompok dibagikan Lembar
Kerja Kelompok (LKK) yang berisikan masalah-masalah untuk di diskusikan.
Tahap keempat dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini adalah
mengumpulkan informasi yang sesuai dengan masalah yang diberikan. Aktivitas
yang dilakukan siswa dalam tahap ini adalah siswa bekerja sama melakukan
diskusi untuk menemukan penyelesaian dari masalah yang disajikan dalam LKK.
Dalam berdiskusi dan bekerjasama memungkinkan mereka untuk saling bertukar
informasi dan konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah yang diberikan . lalu
menyajikan pemikiran mereka ke dalam bentuk gambar atau ekspresi matematika,
24
siswa dituntun untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya
karena siswa bekerjasama mencoba menghubungkan ide-ide yang didapat dari
masing-masing siswa serta menggunakan notasi-notasi matematika dan
struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan
dengan model-model situasi.
Tahap kelima setelah diskusi dalam kelompok selesai dilakukan, tahap selanjutnya
adalah berpencar. Setiap 2 orang anggota dalam kelompok akan pergi dan
berkunjung ke salah satu kelompok lain untuk mendapatkan informasi lain,
sementara 2 orang anggota yang tinggal di kelompok akan menyajikan hasil
diskusi yang telah mereka dapat kepada 2 orang tamu yang datang. Pada saat
anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran
informasi yang bersifat saling melengkapi kemudian mencoba untuk
mengkolaborasikan dengan ide-ide yang dimilikinya. Kemampuan komunikasi
matematis juga digunakan dalam tahap ini, karena siswa yang dikunjungi
bertanggung jawab menyampaikan hasil diskusi sehingga terjadilah proses
komunikasi mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan.
Tahap keenam adalah kembali ke kelompok awal. Dua anggota yang bertamu ke
kelompok lain akan menyampaikan informasi yang telah mereka dapat dari
kunjungan yang mereka lakukan. Mereka akan terlibat kembali untuk berdiskusi.
Siswa akan saling bekerja sama, bertukar pikiran, menuangkan ide, menambah
gagasan, berbagi jawaban dan menjelaskan satu sama lain terhadap permasalahan
yang telah diperoleh. Dengan demikian, mereka memiliki banyak cara dalam
25
kebebasan dalam mengembangkan gagasan maupun ide-idenya dalam
menyelesaikan permasalahan matematika sehingga kemampuan komunikasi
matematis siswa dapat berkembang dengan baik.
Selanjutnya, perwakilan kelompok maju ke depan untuk mempresentasikan hasil
kerjanya. Siswa lain dan guru memberikan tanggapan mengenai hasil presentasi
melalui tanya jawab. Kegiatan tersebut menuntun siswa untuk dapat
mendemonstrasikan serta menggambarkan hasilnya secara visual sehingga
kemampuan komunikasi yang dimiliki siswa dapat berkembang dengan baik.
Kemudian ditutup dengan menyimpulkan materi oleh siswa dan guru. Melalui
tahapan-tahapan kegiatan tersebut, setiap tahapannya mengandung indikator yang
teradapat dalam kemampuan komunikasi matematis. Sehingga secara tidak
langsung kemampuan komunikasi matematis siswa akan terasah.
C. Anggapan Dasar
Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut.
1. Semua siswa kelas VII semester genap SMP N 20 Bandar Lampung tahun
pelajaran 2018/2019 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan
kurikulum 2013.
2. Model pembelajaran yang diterapkan sebelum penelitian bukan model
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
a. Hipotesis Umum
Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS berpengaruh terhadap kemampuan
komunikasi matematis siswa
b. Hipotesis Khusus
Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran
kooperatif TSTS lebih tinggi dibandingkan siwa yang mengikuti
pembelajaran konvensional
26
27
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 20 Bandar Lampung yang terletak di
jalan RA Basyid, Labuhan Dalam, Tj. Senang, Kota Bandar Lampung pada
semester genap tahun pelajaran 2018/2019. Populasi yang diteliti adalah seluruh
siswa kelas VII SMP Negeri 20 Bandar Lampung sebanyak 302 siswa yang
terdistribusi dalam sepuluh kelas. Dari kesepuluh kelas tersebut diajar oleh dua
guru yang berbeda yaitu Nurlena, S.Pd yang mengajar kelas VII.A sampai VII.E,
dan Nurwana, S.Pd yang mengajar kelas VII.F sampai VII.J.
Pengambilan sampel ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sudjana,
2005: 168). Pertimbangan yang diambil pada penelitian ini yaitu kelas yang
digunakan sebagai sampel penelitian adalah kelas yang mendapat pembelajaran
matematika dari guru yang sama, sehingga sebelumnya mendapatkan perlakuan
yang sama dan memiliki pengalaman belajar yang relatif sama, sehingga
terpilihlah dua kelas yang diasuh oleh ibu Nurwana yaitu kelas VII.J yang
berjumlah 32 siswa sebagai kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran
Two Stay Two Stray dan VII.I yang berjumlah 32 siswa sebagai kelas kontrol
28
B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian semu (quasi exsperiment). Desain penelitian
ini akan menggunakan desain penelitian pretest-posttest control group design di
[image:46.595.112.516.263.314.2]modifikasi dari Furchan (2010 : 356) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Pretest Posttest Control Group Design
Kelompok Pretest Perlakuan Postest
A Y1 X Y2
B Y1 K Y2
Keterangan :
A :kelas eksperimen
B :kelas kontrol
X :perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS
K :perlakuan pada kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional
Y1 :tes awal (pretest) sebelum diberikan perlakuan
Y2 :tes akhir (posttest) setelah diberikan perlakuan
C. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini berupa data kemampuan komunikasi matematis siswa
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data kemampuan komunikasi matematis
siswa merupkan data kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik tes. Teknik tes ini akan digunakan untuk
mengumpulkan data kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pretest
(awal pembelajaran) dan posttest (akhir pembelajaran)yang akan diberikan kepada
29
D. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian
1. Tahap-tahap persiapan penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran matematika di
SMP Negeri 20 Bandar Lampung
b. Pemilihan populasi penelitian yang dapat mewakili kondisi kemampuan
komunikasi matematis siswa SMP Negeri 20 Bandar Lampung, yaitu
seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 20 Bandar Lampung tahun pelajaran
2018/2019.
c. Menyusun proposal penelitian.
d. Membuat perangkat pembelajaran untuk kelas eksperimen dan kelas
kontrol
e. Membuat instrumen yang akan digunakan dalam penelitian.
f. Mengonsultasikan perangkat pembelajaran dan instrumen dengan dosen
pembimbing.
g. Melakukan ujicoba instrumen penelitian.
h. Merevisi instrumen penelitian jika diperlukan.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Melaksanakan pretest pada kelas kontrol dan eksperimen.
b. Memberikan perlakuan pada kelas kontrol dan eksperimen. Untuk kelas
eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.
Sedangkan, untuk kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.
c. Mengadakan posttest pada kelas kontrol dan eksperimen.
3. Tahap Analisis Data
30
b. Menganalisis data hasil penelitian.
c. Menyusun hasil penelitian.
d. Menyimpulkan hasil penelitian.
E. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya
Dalam penelitian ini digunakan satu jenis instrumen penelitian, yaitu tes.
Instrumen tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis
siswa. Intrumen tes diberikan kepada tiap siswa untuk diukur kemampuan
komunikasi matematisnya. Pemberian tes ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu
saat prestest dan posttest masing-masing kepada kelas kontrol dan eksperimen.
Suatu data dapat dikatakan akurat apabila memenuhi kriteria tes yang baik, yaitu
memenuhi kriteria validitas dan reabilitas. Hal ini sejalan dengan Matondang
(2009:1) bahwa tes dapat dikatakan baik jika memenuhi syarat validitas,
reabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Pedoman penskoran kemampuan
komunikasi matematis siswa dapat dilihat pada lampiran B.4 halaman 143.
a. Validitas tes
Validitas tes dalam penelitian ini didasarkan pada validitas isi. Untuk memeriksa
validitas isi, instrumen tes dinilai oleh guru mata pelajaran matematika kelas VII
SMP Negeri 20 Bandar Lampung dengan pertimbangan bahwa guru tersebut
mengetahui dengan benar kurikulum SMP. Suatu tes dikatakan valid apabila
butir-butir tes sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang
akan diukur. Kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian
bahasa yang digunakan sesuai dengan kemampuan bahasa yang dimiliki oleh
31
checklist (√). Setelah dilakukan penilaian terhadap tes, diperoleh hasil yang
menunjukkan bahwa tes yang digunakan telah dinyatakan valid. Hasil penilaian
oleh guru mitra dapat dillihat pada Lampiran B.2 halaman 140. Selanjutnya soal
diujicobakan pada kelas
di luar sampel yaitu kelas IX_c dengan pertimbangan kelas tersebut telah
menempuh materi yang diujicobakan. Data yang diperoleh kemudian diolah
dengan bantuan Software Microsoft Excel 2007 untuk mengetahui reliabilitas,
daya pembeda dan tingkat kesukaran butir soal.
b. Reliabilitas Tes
Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tipe uraian.
Reliabilitas sebuah tes digunakan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen ini
dapat dipercaya dalam sebuah penelitian. Semakin reliabel suatu tes maka
semakin yakin bahwa hasil tes tersebut akan sama jika soal akan diujikan kembali.
Menurut Sudijono (2009: 208) untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) soal tipe
uraian digunakan rumus Alpha yang dirumuskan sebagai berikut:
= ( − 1) 1 −∑
Keterangan:
= reliabilitas yang dicari = banyaknya butir soal
∑ = jumlah varians skor tiap-tiap soal = varians total
Koefisien reliabilitas dalam penelitian ini diinterpretasikan berdasarkan pendapat
32
Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas
Koefisien relibilitas (r11) Kriteria
r11 ≥ 0,70 Reliabel
r11< 0,70 Tidak Reliabel
Setelah dilakukan perhitungan reliabilitas instrumen tes kemampuan komunikasi
matematis siswa diperoleh koefisien reliabilitas yaitu 0,71. Dengan demikian
reliabilitas instrumen tes mempunyai kriteria reliabel. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada Lampiran C.1 halaman 149.
c. Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah soal adalah sebuah hal yang dapat membedakan
kemampuan menguasai materi antara siswa satu dengan siswa yang lain. Hal ini
sesuai dengan Arifin (2012: 145) daya pembeda adalah kemampuan soal untuk
membedakan antara siswa yang memahami materi dengan siswa yang kurang
memahami materi. Untuk menghitung indeks daya pembeda butir soal, terlebih
dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi ke siswa yang
memiliki nilai terendah. Kemudian diambil 50% siswa yang memperoleh nilai
tertinggi (kelompok atas) dan 50% siswa yang memperoleh nilai tertinggi
(kelompok bawah). Menurut Arifin (2012: 146) untuk menghitung daya pembeda
dapat digunakan rumus yaitu:
= ̅ − ̅ !
Keterangan:
DP = daya pembeda
33
" = rata-rata nilai kelompok bawah
# ! = skor maksimum
Kriteria tolak ukur untuk daya pembeda butir soal yang digunakan menurut Arifin
[image:51.595.112.514.210.283.2](2012: 146) ditunjukan pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Koefisien Daya Pembeda Interpretasi
0,40 < DP < 1,00 Sangat Baik
0,30< DP ≤ 0,39 Baik
0,20< DP ≤ 0,29 Cukup
0,19< DP ≤ 0,00 Buruk
Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan daya pembeda untuk soal nomor satu
sampai tiga termasuk dalam interpretasi baik dan untuk soal nomor empat dan
lima termasuk dalam interpretasi sangat baik. Hal ini sesuai dengan ketentuan
bahwa soal akan digunakan apabila terinterpretasi baik dan sangat baik. Hasil
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2 halaman 150.
d. Tingkat Kesukaran
Uji tingkat kesukaran digunakan dalam menentukan tingkat kesukaran suatu butir
soal. Menurut Sudijono (2011: 372) untuk menghitung tingkat kesukaran suatu
butir soal digunakan rumus berikut:
& =')(
(
Keterangan:
TK = tingkat kesukaran suatu butir soal
'( = jumlah skor yang diperoleh pada satu butir soal
)( = jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada satu butir soal;
Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal akan digunakan kriteria
34
Tabel 3.4 Interprestasi Nilai Tingkat Kesukaran
Koefisien Tingkat Kesukaran Interpretasi
0,00 ≤ & < 0,30 Sukar
0,30 ≤ & < 0,70 Sedang
0,70 ≤ & < 1,00 Mudah
Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran untuk setiap nomor, diperoleh
bahwa tingkat kesukaran untuk soal nomor satu dan tiga tergolong mudah
sedangkan untuk nomor dua, empat dan lima memiliki tingkat kesukaran dengan
kategori sedang. Hal ini sesuai dengan kriteria minimal yang digunakan yaitu
sedang dan mudah. Hasil perhitungan tingkat kesukaran dapat dilihat pada
Lampiran C.2 halaman 150.
Setelah dilakukan analisis validitas isi, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat
kesukaran pada soal tes kemampuan komunikasi matematis siswa didapatkan
bahwa instrumen tes ini telah memenuhi kriteria valid, reliabel, serta setiap butir
soal sudah memenuhi daya pembeda dan tingkat kesukaran yang telah ditentukan,
sehingga soal layak untuk digunakan.
F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Suatu analisis data bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis. Pada penelitian
ini, data yang diperoleh adalah data setelah model pembelajaran TSTS diterapkan
di kelas eksperimen dan setelah pembelajaran konvensional di kelas kontrol yakni
data berupa kemampuan komunikasi matematis siswa yang tercermin pada skor
pretest-posttest. Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik.
35
dan uji homogenitas. Menurut Hake (1998) besarnya peningkatan dapat dihitung
dengan rumus gain ternormalisasi sebagai berikut:
- =# 2#3# . !!2450 !1 0 − . 0/0!/ !1 0. !//0!/ !1 0 − . 0/0!/ !1 0
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
[image:53.595.113.514.306.368.2]klasifikasi dari Hake (1998) seperti terdapat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Kriteria Indeks Gain
Indeks Gain (g) Kriteria
0,7 ≤g Tinggi
0,3 ≤g< 0,7 Sedang
g< 0,3 Rendah
Hasil perhitungan gain skor kemampuan komunikasi matematis siswa dapat
dilihat pada Lampiran C.3 halaman 151 dan Lampiran C.4 halaman 153. Sebelum
melakukan uji hipotesis, akan dilakukan uji prasyarat terhadap kemampuan
komunikasi matematis awal siswa dan data gain kemampuan komunikasi
matematis siswa, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Hal ini dilakukan
untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan untuk menguji hipotesis.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas suatu data bertujuan untuk mengetahui apakah data kemampuan
komunikasi matematis siswa berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.
Pada penelitian ini, data pretest kemampuan komunikasi matematis siswa, data
posttest kemampuan komunikasi matematis siswa dan data gain kemampuan
komunikasi matematis siswa diuji menggunakan uji Chi-Kuadrat dengan 6 =